Assalamu'alaykum ^_^
Teruntuk Siapapun Yang Merindukan Kemuliaan & Kebangkitan ISLAM
Assalamu'alaykum Warahmatullah..
Selamat Datang
Semoga Bermanfaat
Assalamu'alaykum Warahmatullah..
Selamat Datang
Semoga Bermanfaat
12/31/11
12 Rahasia Kejahatan Yahudi Dalam Kitab Suci
Ide mendirikan negara Yahudi dalam perkembangan gerakan Zionis, sebenarnya banyak dipengaruhi oleh Theodore Herzl. Dalam tulisannya, Der Judenstaat (Negara Yahudi), dia mendorong organisasi Yahudi dunia untuk meminta persetujuan Turki Usmani sebagai penguasa di Palestina agar diizinkan membeli tanah di sana. Kaum Yahudi hanya diizinkan memasuki Palestina untuk melaksanakan ibadah, bukan sebagai komunitas yang punya ambisi politik (lihat: Palestine and The Arab-Israeli Conflict, 2000: 95). Keputusan ini memicu gerakan Zionis radikal. Bersamaan dengan semakin melemahnya pengaruh Turki Usmani, para imigran Zionis berdatangan setelah berhasil membeli tanah di Palestina utara. Imigrasi besar-besaran ini pun berubah menjadi penjajahan tatkala mereka berhasil menguasai ekonomi, sosial dan politik di Palestina dengan dukungan Inggris (Israel, Land of Tradition and Conflict, 1993:27).
Berakhirnya Perang Dunia I, Inggris berhasil menguasai Palestina dengan mudah. Sherif Husein di Mekah yang dilobi untuk memberontak kekuasaan Turki juga meraih kesuksesan. (1948 and After: Israel and Palestine, 1990:149). Rakyat Palestina semakin terdesak dan menjadi sasaran pembantaian. (2000:173). Agresi Zionis terus berlanjut, 360 desa dan 14 kota yang didiami rakyat Palestina dihancurkan dan lebih 726.000 jiwa terpaksa mengungsi. Akhirnya pada Jumat, 14 Mei 1948, negara baru Israel dideklarasikan oleh Ben Gurion, bertepatan dengan 8 jam sebelum Inggris dijadwal meninggalkan Palestina. Untuk strategi mempertahankan keamanannya di masa berikutnya, Israel terus menempel AS hingga berhasil mendapat pinjaman 100 juta U$D untuk mengembangkan senjata nuklir.
Elisabeth Diana Dewi dalam karya ilmiahnya, The Creation of The State of Israel menguraikan bahwa secara filosofi, negara Israel dibentuk berdasarkan tiga keyakinan yang tidak boleh dipertanyakan: (a) tanah Israel hanya diberikan untuk bangsa pilihan Tuhan sebagai bagian dari Janji-Nya kepada mereka. (b) pembentukan negara Israel modern adalah proses terbesar dari penyelamatan tanah bangsa Yahudi. (c) pembentukan negara bagi mereka adalah solusi atas sejarah penderitaan Yahudi yang berjuang dalam kondisi tercerai berai (diaspora). Maka, merebut kembali seluruh tanah yang dijanjikan dalam Bibel adalah setara dengan penderitaan mereka selama 3000 tahun. Oleh sebab itu, semua bangsa non-Yahudi yang hidup di tanah itu adalah perampas dan layak untuk dibinasakan.
Yahudi dalam Al-Quran
Fakta fenomenal saat ini yang menggambarkan arogansi, kecongkakan dan penindasan Yahudi terhadap kaum muslimin adalah hikmah yang harus diambil dari Firman-Nya:
Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar." (QS.17:4).
Dalam tafsir Jalalayn dijelaskan bahwa maksud fil ardhi dalam ayat itu adalah bumi Syam yang meliputi Suriah, Palestina, Libanon, Yordan dan sekitarnya.
Pembunuhan bukan hal asing dalam sejarah Yahudi. Bahkan nabi-nabi mereka, seperti Nabi Zakariya dan Nabi Yahya pun dibunuh. Mereka juga mengira telah berhasil membunuh Nabi Isa dan bangga atas usahanya. Tapi Al-Quran membantahnya (QS.4:157). Inilah di antara makna bahwa yang paling keras permusuhannya terhadap kaum beriman ialah orang Yahudi dan musyrik (QS. 5:82).
Penolakan janji Allah (QS. 5:21-22) yang memastikan kemenangan jika mau berperang bersama Nabi Musa, membuktikan sebenarnya Yahudi adalah bangsa penakut, pesimis, tamak terhadap dunia dan lebih memilih hidup hina daripada mati mulia. Bahkan QS. 5:24 menggambarkan bahwa mereka tidak butuh tanah yang dijanjikan dan tidak ingin merdeka selama masih ada sekelompok orang kuat yang tinggal di sana. Lalu mereka meminta Nabi Musa dan Tuhannya berperang sendiri.
Oleh karena itu Al-Quran menggambarkan bahwa kerasnya batu tidak bisa mengimbangi kerasnya hati kaum Yahudi. Sebab masih ada batu yang terbelah lalu keluar mata air darinya dan ada juga yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah (QS. 2:74). Keras hati kaum Yahudi ini di antaranya disebabkan hobi mereka mendengarkan berita dusta dan makan dari usaha yang diharamkan (QS. 5:24).
yahudiDua Belas Kejahatan Yahudi
Dalam buku Qabaih al-Yahud dijelas 12 kejahatan Yahudi yang termaktub dalam Al-Quran. Kejahatan itu adalah sebagai berikut:
1.Menuduh Nabi Musa punya penyakit kusta karena tidak mau mandi bersama mereka. (QS. Al Ahzab 33:69)
2.Enggan melaksanakan Taurat, sehingga Allah mengangkat gunung Tursina untuk mengambil perjanjian yang teguh. (QS.Al-Baqarah 2:93)
3.Tidak mau beriman kecuali jika melihat Allah langsung. (QS. Al-Baqarah 2:55 dan An-Nisa 4:153)
4.Merubah perintah agar masuk negeri yang dijanjikan seraya bersujud dan mengucapkan hithah, yakni memohon ampunan. Tapi mereka mengganti perintah itu dengan cara melata di atas anusnya dan mengatakan hinthah, yakni sebutir biji di rambut. (QS. Al-Baqarah 2:58-59
5.Menuduh Nabi Musa mengolok-olok mereka saat mereka disuruh menyembelih sapi betina. (QS. Al-Baqarah 2:67)
6.Menulis Alkitab dengan tangan mereka, lalu mengatakan ini dari Allah. (QS.Al-Baqarah 2:79)
7.Memutar-mutar lidahnya untuk menyakinkan bahwa yang dibacanya itu adalah wahyu yang asli. (QS. Ali Imran 3:78)
8.Merubah Firman Allah. (QS.Al-Baqarah 2:75)
9.Menyembah patung sapi saat ditinggal Nabi Musa mengambil Taurat. (QS.Al-Baqarah 2: 51 dan 92)
10.Mengatakan Tangan Allah terbelenggu. (QS.Al-Ma'idah 5:64)
11.Menuduh Allah itu faqir. (QS. Ali Imran 3:181)
12.Menyuruh Nabi Musa dan Tuhannya berperang untuk mereka (QS.5 Al-Ma'idah :24)
Di samping itu, sosok nabi yang seharusnya dijadikan suri tauladan, justru dinistakan. Nabi Ibrahim dalam Kejadian pasal 12:10-16 dan 20:1-14, dikisahkan sebagai orang yang hina, menjijikkan dan rakus harta benda. Beliau dituduh menjual isterinya yang cantik demi meraih keuntungan. Kitab suci mereka tidak pernah menceritakan beliau sebagai Nabi pemberani yang menghancurkan patung meskipun harus dilemparkan kedalam api, menyeru ayah dan kaumnya meninggalkan kemusyrikan. Kisah memilukan juga menimpa Nabi Luth. Dalam Kejadian Pasal 19:30-38, beliau dikisahkan menzinahi kedua putrinya dalam keadaan mabuk.
Islam adalah musuh permanen bagi Yahudi dan Nasrani. Sebab Islam adalah satu-satunya agama yang kitab sucinya mengoreksi langsung kesalahan dua agama itu. Ibarat seorang adik, ia berani membongkar kejahatan kedua kakaknya. Oleh sebab itu, kedengkian mereka tidak akan padam dan masih eksis dalam kajian-kajian mereka. Contoh kedengkian intelektual ini seperti klaim bahwa Al-Quran banyak dipengaruhi kosa kata Ibrani, seperti diungkapkan Adnin Armas dalam bukunya Metodologi Bibel dalam Studi Al-Quran. Klaim ini dicetuskan oleh Abraham Geiger (1810-1874), seorang rabi dan pendiri Yahudi Liberal di Jerman dalam karyanya, Apa yang telah Muhammad pinjam dari Yahudi?
Jauh sebelumnya, Imam Syafi'i telah menolak tudingan semisal itu dan menguatkan bahwa Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Sebab semua lafadz dalam Al-Quran mustahil tidak dipahami oleh semua orang Arab, meskipun sebagian lafadz itu ada yang tidak dimengerti oleh sebagian orang Arab. Hal ini mengingat luasnya samudera bahasa Arab, bukan karena kata itu tidak berasal dari bahasa Arab. Karena kata-kata yang dituduhkan asing itu telah menjadi bahasa Arab, dikenal dan telah digunakan oleh masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran.
Anehnya, virus Geiger kini berkembang subur di sebagian umat. Pengacauan studi Islam dan maraknya franchise-franchise hermeneutika untuk menafsirkan Al-Quran di sebagian institusi pendidikan tinggi Islam sangat potensial melemahkan akidah dan ukhuwah. Fenomena ini perlu dipertimbangkan para tokoh umat di samping fatwa tentang pemboikotan produk Israel dan Amerika.
Sumber: gaulislam
Agama Yahudi Dan Agama Kristen
Oleh: M. Hasan
Agama Yahudi
Ajarannya disebut "Yudaisme" karena bersifat ke-bangsa-an dan khusus bagi bangsa Yahudi atau Bani Israil, yaitu ajaran yang berasal dari agama yang diturunkan Allah untuk bani Israil dengan perantaraan utusan-Nya yaitu Musa a.s. Kitab sucinya dinamakan Thaurat (wasiat lama) yang aslinya tidak ditemukan lagi sekarang.
Agama bangsa yahudi diperoleh dari Ibrahim a.s., melalui jalur keturunan anaknya Ishak a.s. Agama bangsa Yahudi dipercaya diperoleh dari garis keturunan Ibrahim a.s., kemudian dilanjutkan melalui jalur keturunan anaknya Ishak a.s.
Menurut alur Al-Kitab asal usul bangsa Yahudi adalah keturunan salah satu cabang ras Semitik purba yang berbahasa Ibrani (kejadian 10:1, 21-32;1) (tawarikh 1:17-28, 34;2:1,2). Hampir 4000 tahun yang lalu, Ibrahim nenek moyang mereka beremigrasi dari kota besar Ur Kasdim yang sangat makmur di Sumeria ke negeri Kanaan. Darinya garis keturunan orang Yahudi dimulai dengan Ishak puteranya dan Yakub cucunya, yang namanya diubah menjadi Israel (kejadian 32:27-29).
Israel mempunyai 12 putera, yang menjadi pendiri 12 suku. Salah seorang dari mereka adalah Yehuda yang akhirnya dari namanya berasal kata "Yahudi" 2 raja 16:6, JP.
Diantara garis keturunan tersebut, bagi bangsa Yahudi Musa a.s. mendapat tempat yang sangat istimewa meskipun Isa a.s. juga diutus untuk bangsa Israel. Musa dianggap memenuhi peranan penting sebagai perantara perjanjian Taurat yang Allah berikan kepada Israel, disamping sebagai nabi, hakim, pemimpin dan sejarawan (Keluaran 2:1-3:22).
Agama ini percaya pada keesaan Tuhan secara mutlak (monoteis) dan menganggap Allah turun-tangan dalam sejarah manusia, khususnya berkenaan dengan orang Yahudi. Ibadat bangsa Yahudi menyangkut beberapa perayaan tahunan dan berbagai kebiasaan. Meskipun tidak ada kredo atau dogma yang diterima oleh semua orang yahudi mengenai keesaan Allah yang dinyatakan dalam Shema, yaitu doa berdasarkan kitab Ulangan 6:4, merupakan bagian terpenting ibadat sinagoge:
"Dengarlah, Hai bangsa Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa".
Pada mulanya Nabi Musa a.s. mengajarkan kepada umatnya tentang ada dan esanya Allah. Tetapi ajaran murni ini akhirnya berubah karena sifat "exclusive nasionalistic" penganutnya. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sumber prinsipil Syahadat mereka "Schema Yisrael, adonai alaheynu adonai achud" Ulangan: [6][4] yang didalam pelaksanaannya rasa kebangsaan diatas segalanya sehingga keesaan Allah sendiri menjadi kabur.
Ajaran Yudaisme tidak menyebut adanya hari kiamat, akhirat, siksaan pada hari akhirat dan pembalasan dalam bentuk pahala. Mereka tidak membicarakan keselamatan pribadi penganut-penganut ajaran mereka. Kepada mereka selalu diindoktrinasikan adanya kejayaan yang abadi dipalestina sebagai negara yang dijanjikan Tuhan bagi minoritas Yahudi, satu-satunya umat yang berhak mewarisi bumi Tuhan sebagai umat yang terpilih.
Hingga kini kita dapat melihat mengapa Israel begitu ngotot menguasai Palestina dengan menteror semua bangsa yang bukan Yahudi agar minggat dari tanah Palestina.
Peribadatan mereka dilakukan terutama pada hari sabtu mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Segala pekerjaan tangan seperti menyalakan lampu, memadamkan api dan lain-lainnya terlarang pada hari tersebut. Pelanggaran terhadap ketentuan diatas diberi ancaman keras. Mereka dianjurkan berjamaah dan minimal 10 orang dan dilakukan tiga kali sehari. Sebelum sembahyang mereka juga berhadas dan mengambil wudhu. Di dalam sembahyang mereka diharuskan memakai penutup kepala.
Puasa mereka dilakukan pada hari-hari tertentu, seperti "Yom Kippur" selama 24 jam, tanggal 10 bulan Tishri dan setiap hari senin dan kamis. Didalam kitab Imamat orang lewi Thaurat [10]:[9], [10]:[11] minuman yang memabukkan terlarang bagi setiap penganut ajaran Yudaisme. Larangan ini tidak pernah diperdulikan, malah minuman keras merupakan suatu keharusan didalam upacara-upacara keagamaan dan mereka meminumnya atas nama Tuhan.
Setiap orang yahudi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajaran mereka kepada orang-orang yang bukan keturunan Yahudi, sehingga ajaran mereka bersifat "non missionary". Orang Yahudi tidak mengakui adanya Nabi Isa a.s. Mereka menentang sekali ketuhanan Isa atau Yesus yang diajarkan oleh agama Kristen. Juga tidak mengenal pejabat agama (hirarki gereja).
Bangsa Yahudi mendasari doktrin keagamaan mereka atas dasar Sepuluh perintah Tuhan yakni:
1. Jangan ada padamu Allah selain Aku.
2. Jangan membuat bagimu patung, atau yang menyerupai apapun yang ada dilangit diatas, atau dibumi ......dibawah, atau didalam air dibawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya...(pada permulaan zaman ini, sekitar 1513 SM, perintah unik dalam penolakannya mengenal penyembah berhala).
3. Jangan engkau bersumpah palsu demi Tuhan Allahmu....
4. Ingatlah hari Sabat dan peliharalah suci. ... Tuhan memberkati hari Sabat dan menyucikannya.
5. Hormatilah ayahmu dan ibumu...
6. Jangan membunuh.
7. Jangan berzina.
8. Jangan mencuri.
9. Jangan bersaksi dusta terhadap sesamamu.
10. Jangan mengingini rumah sesamamu...isteri...hamba laki-laki atau perempuan...lembu atau keledainya, atau apapun milik sesamamu (keluaran 20:3-17).
Agama Kristen
Agama kristen memiliki sejarah kekisruhan terlama didunia, meski diakui bahwa ajarannya bersumber dari Yesus (Nabi Isa a.s.) tetapi penelusuran sejarah menunjukkan bahwa peranan Yesus (Nabi Isa a.s.) dalam ajaran kristen masa kini sudah kehilangan eksistensinya, karena sebagian besar isi kitab Injil adalah tulisan seorang Yahudi yaitu Raul/Paul yang belakangan disebut sebagai Paulus.
Istilah Kristen sesungguhnya juga bukan berasal dari nama yang dibawa oleh Nabi Isa a.s. (Yesus) istilah Kristen muncul dan erat hubungannya dengan peristiwa penyaliban Yesus (Cross-salib) dari istilah inilah kemudian muncul istilah Kristus (orang yang disalib) dan pengikutnya disebut sebagai umat Kristen. sementara sebutan Nasrani bagi penganutnya bersumber dari sejarah perjalanan Dakwah Yesus di tanah Nazareth (Nasharo). Sebagian lagi mengatakan Nazareth adalah tempat kelahiran Yesus. Akan tetapi sebagian orang Kristen menyangkalnya, menurut mereka Yesus lahir di Bethlehem. Hal ini dihubungkan dengan persoalan nubuat yang akan dibahas kemudian.
Yesus dan Paulus
Sebagian dari sarjana telah menitikberatkan perhatiannya pada tulisan-tulisan Paulus dalam Kitab Perjanjian Baru, yang dimulai oleh F.C. Baur dari Tübingen. Mereka mengatakan bahwa dalam Perjanjian Baru terdapat dua aliran yang sangat bertentangan satu sama lain, yaitu ajaran-ajaran Yesus dengan ajaran-ajaran Paulus. Bagi mereka, ajaran Yesus telah diubah oleh Paulus sedemikian rupa, sehingga pada hakikatnya Pauluslah yang merupakan pendiri agama Kristen yang dianut oleh banyak orang saat ini.
Ketika Yesus mengajarkan bahwa manusia dapat mencapai kerajaan surga dengan bertobat dan berbuat baik, maka Paulus mengatakan bahwa dosa manusia telah ditebus Yesus. Dengan menyadari dosa yang telah dilakukannya dan menyelami kejahatan manusia. Paulus mengembara meletakkan tiang-tiang agama Kristen dengan doktrin tentang Yesus sebagai penebus dosa, yang telah membebaskan manusia sejak jatuhnya Adam.
Ajaran penebusan dosa oleh darah Kristus atas umat manusia, suatu dosa yang menurut ajaran Gereja dibawa sebagai warisan turun temurun sejak jatuhnya Adam, yang merupakan bagian dari skema Tritunggal, kemudian ditentang pula oleh kaum Kristen sendiri. Pada abad kelima, Pelagius menyatakan dengan tegas di Roma, bahwa dosa adalah suatu perbuatan, bukan suatu keadaan setiap manusia bertanggung jawab atas dosanya sendiri. Dengan keyakinan yang sempurna Paulus mengajarkan Injilnya tentang Yesus yang tidak diajarkan Yesus dalam Injil-injil sinoptik.
Tatkala Yesus mengatakan dengan tegas kepada dua belas muridnya: "Jangan kamu menyimpang kejalan bangsa lain atau masuk kedalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel" (Matius, 10:5-6) dan mengatakan "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel" (Matius, 15:24).
Paulus kemudian menentangnya, karena kelemahannya (Isa a.s.) menghadapi orang Yahudi, dan kemudian ia mengembara kenegeri-negeri orang kafir. (Kisah Para Rasul, 22:18-21). Yesus yang sejak awal sampai akhir hidupnya bertindak sesuai dengan hukum Taurat, yang menyuruh manusia menaati Musa (Markus, 1:44) dan yang mengatakan:
"Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya" (Matius, 5:17). Paulus dengan tegas menentang: "sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan dihadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa" (Roma, 3:20). "sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada dibawah hukum Taurat, tetapi dibawah kasih karunia" (Roma, 6:14). "sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus" (Galatia, 2:26).
Adanya pertentangan kedua injil ini Wrede berkata: "Maka terdapatlah suatu celah yang tak terhubungkan antara Yesus dan Paulus. Paulus adalah pendiri kedua dari agama Kristen. Pendiri kedua ini tidak syak lagi bertentangan dengan pendiri yang pertama dalam keseluruhannya dan yang terkuat - tetapi tidak lebih baik".
Teolog-teolog itu bertanya: hak apakah yang dipergunakan oleh Paulus untuk mengubah atau menghapus hukum Taurat, sedangkan dia bukanlah Kristus atau Messias, bukan Nabi, malah bukan murid Yesus. kekuasaan apa yang dipergunakannya untuk berkata: "Jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu" (Galatia, 5:2), sedangkan Yesus (Lukas, 2:21) dan seluruh muridnya bersunat.
Tritunggal
Dengan meragukan keaslian Injil, kaum terpelajar berpendapat, bahwa dogma Tritunggal dan skemanya, seperti penebusan dosa dengan darah Yesus (atonement) yang tidak dapat diterima oleh akal, bukanlah ajaran Yesus. Kaum terpelajar berpendapat bahwa ajaran Tuhan Bapa telah masuk kedalam ajaran Kristen dari paham Yunani. Mitos Yunani mengenai istilah Zeus-Pater atau Yupiter sebagai Tuhan Bapa.
Demikian pula tentang penjelmaan Tuhan kedalam tubuh manusia yang merupakan ajaran Yunani, telah masuk pula kedalam ajara agama Kristen. Dalam ajaran agama Kristen, meskipun ibu Yesus yang bernama Maria bersuamikan Yusuf situkang kayu, tetapi sebelum Maria kawin dengan Yusuf, yaitu sejak mereka bertunangan, Maria telah mengandung dan melahirkan Yesus. Dan Yesus adalah anak Tuhan. Menurut sarjana-sarjana, cerita ini sama dengan cerita Herkules sebagai anak dari Tuhan Bapa yang bernama Zeus-Pater.
Ibu Herkules, Alkmene, telah mengandung dan melahirkan anak (dengan Tuhan Bapa) yang bernama Herkules. Jadi kedua-duanya, Yesus dan Herkules, beribu manusia tetapi berayahkan Tuhan Bapa. Kedua-duanya adalah Anak-Tuhan, keduanya adalah Tuhan.
Anehnya kedua cerita ini bersamaan pula dengan dongeng atau cerita agama Hindu. Krishna, juga beribukan manusia, yaitu Devanaki, penjelmaan dari Wishnu sebagai anak Tuhan dan ayahnya adalah juga Tuhan Bapa atau Zupitri, yaitu Brahma. Krishna adalah Tuhan atau anak Tuhan, tepat seperti Kristus. Para ahli sejarah agama Jerman, seperti Bruno Freydank, Prof. Rudolf Seydel, Dr. Hubbe-Scheiden, Th. Schultze, K.E. Neumann membuktikan pula bahwa sebenarnya agama Kristen mempunyai hubungan erat dengan Hinduisme.
Mereka memastikan bahwa agama Kristen tumbuh dari Hinduisme dan Budhisme.
Ini dapat diterangkan menurut persamaan dengan apa yang kita temui dalam cerita Herkules; Bapanya bernama Zeus, namun ayahnya-manusianya adalah Amphitryon. Demikian pula Yesus, menurut Matius, disamping Anak Tuhan juga disebut anak Yusuf. Dongeng Herkules tertua menyebut Amphitryon disebut tunangan Alkmene. Demikian pula yang dikhotbahkan dalam Injil Matius.
Persamaan ajaran-ajaran dan dongeng-dongeng Yunani dengan ajaran-ajaran Gereja begitu banyaknya, sehinggga sebagian besar sarjana berpendapat bahwa cerita-cerita dalam Injil-injil itu pada hakikatnya adalah mitos-mitos yang dibuat-buat manusia.
Sebagian kristolog membuktikan bahwa ada hubungan antara ajaran-ajaran Kristen dengan dongeng Yunani, maka sebagian lagi membuktikan bahwa terdapat hubungan yang erat antara dongeng-dongeng Hindu dan ajaran-ajaran Gereja. Bagi mereka, ajaran-ajaran dan mitos Hindu telah dipakaikan busana dan perhiasan Barat serta dinamakan agama Kristen, tetapi kerangka dasarnya tetap ajaran Hindu. Th. J. Plange berkata:
"kita tidak mendapat kabar baru tatkala kita mendapatkan bahwa penjelmaan Tuhan menjadi manusia, yaitu turunnya Tuhan keatas bumi untuk menebus dosa makhluknya, yang dasarnya agama Hindu. Setiap orang akan mengetahui apabila mereka membaca buku Hindu. Seterusnya kitab-kitab suci agama Kristen diambil dari dongeng-dongeng Hindu, dari cerita Krishna dan Budha, adalah sangat mungkin dan dapat dianggap hampir pasti. Dalam penyatuan kedua dongeng-dongeng keagamaan dari India yang penting ini, dengan mudah kita menemukan lagi seluruh bagian keempat Injil Kristen yang penting itu.
Akhirnya terbukalah rahasia kepada para Ahli ini. Memang bahasa Sansekerta serta dongeng-dongengnya bersamaan dengan bahasa serta dongeng-dongeng Yunani. Kedua aliran ini, Yunani dan Hindu, dalam ukuran tertentu, telah mempengaruhi agama Kristen. Namun yang menjadi pertanyaan ialah, bagaimanakah ajaran-ajaran dan mitos-mitos ini memasuki Perjanjian Baru? Banyak sarjana mengemukakan pendapatnya.
David Friedrich Strauze mengatakan bahwa mitos-mitos dalam Perjanjian Baru timbul karena kehendak penulis-penulis Injil, bahwa nubuat dalam Perjanjian Lama harus dipenuhi. Begitu juga keajaiban Yesus, katanya, merupakan penjelmaan-penjelmaan dongeng. Dikemukakannya dalam bukunya 'Das Leben Jesu' atau 'Riwayat Hidup Jesus', bahwa riwayat Jesus terbagi dalam dua bagian, yaitu "Yesus dalam batas-batas sejarah" dan "riwayat dongeng Yesus dalam kejadiannya dan pertumbuhannya" yang terakhir ini menerangkan bagaimana timbulnya dongeng Yesus sebagai Anak Tunggal Tuhan yang turun untuk menebus dosa manusia, dari mana asalnya ceritera bintang yang jalan dilangit dan berhenti ditempat kelahiran Yesus, bagaimana timbulnya pemenuhan nubuat dalam Perjanjian Baru yang dipaksakan; karena Messias yang dijanjikan itu haruslah anak Daud, maka penulis Injil telah membuat kesalahan ketika mengatakan bahwa bapak Yesus adalah Yusuf, tunangan Maria yang berasal dari turunan Daud, sedangkan Yusuf bukanlah ayah Yesus, sebab Yesus telah dinyatakan sebagai Anak Tuhan Bapa oleh penulis Injil.
Demikian pula Strausz berpendapat, bahwa ia juga membuktikan bahwa Perjanjian Baru bukanlah merupakan pencatatan kitab pada zaman Yesus, tetapi baru ditulis lama berselang setelah Yesus wafat. Ia mengatakan bahwa mitos-mitos itu timbul secara tidak disadari.
Perjanjian Baru ditulis dengan tambahan mitos-mitos yang secara tidak sadar dibentuk dalam masyarakat Kristen, sebagai pernyataan untuk memenuhi kedatangan Messias yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama...Menurut Strausz, tatkala orang datang menemui Yesus, mula-mula dalam jumlah sedikit, kemudian banyak, mereka berpikir bahwa segala sesuatu harus terjadi padanya sebagaimana yang dinubuatkan dan diterangkan dalam Perjanjian Lama...Karena Messias itu haruslah anak Daud sebagaimana yang dinubuatkan Mikha, maka ia harus dilahirkan di Bethlehem. Karena Musa telah melakukan keajaiban-keajaiban, maka Yesus harus pula melakukan keajaiban-keajaiban. Karena Yesaya meramalkan bahwa pada masa itu orang buta akan melihat, orang tuli akan dapat mendengar, orang lumpuh akan meloncat seperti rusa jantan dan lidah orang bisu akan dapat berbicara, maka orang-orang telah mengetahui sampai kedetil-detilnya keajaiban-keajaiban apa yang harus dilakukan Yesus, kalau beliaulah Messias yang dinanti-nantikan itu. Sedangkan sarjana-sarjana yang dipelopori Bauer berpendapat bahwa Philo-lah yang turut bertanggung jawab membentuk medium yang memperkenalkan unsur-unsur Yunani seperti Plato (428-389 Seb-M),
Heraklitus dan aliran Stoa kepada agama Kristen. Orang Yahudi dari Alexandria inilah yang turut serta membentuk wadah agama Kristen dengan memadukan ajaran-ajaran Yunani itu dengan ajaran Yahudi, yang kemudian 'dijiplak' oleh penulis Injil. Karya Philo adalah sumbangan pendahuluan ajaran Yahudi kepada ajaran Kristen; filosof Yahudi ini telah mengerjakan falsafah Yunani sedemikian rupa, sehingga merupakan bentuk awal agama Kristen, dengan melanjutkan karya-karya Heraklius, Plato dan aliran Stoa.
Kisruh mengenai Tritunggal bermula dari filsafat Neoplatonisme yang telah dimasukkan ke dalam Injil Yohanes dengan mengambil istilah "Logos" yang berasal dari Plato itu, sebagai Tuhan yang menjelmakan dirinya menjadi manusia. Unsur-unsur Neoplatonisme yang paling mencolok dapat dipelajari dari Injil Yohanes. Injil ini paling menarik, karena timbulnya lama sesudah Masehi, dan terpisah, tak bersamaan isinya dengan ketiga Injil Sinoptik, Injil Matius, Injil Markus dan Injil Lukas. Oleh karena itu mereka memastikan bahwa Yohanes ini bukanlah murid Yesus, melainkan seorang yang tidak pernah dikenal pada zaman Yesus.
Tatkala Yohanes memulai Injilnya dengan "Pada mulanya adalah Logos (Kalam atau Firman)... Dan seterusnya, maka sesungguhnya Yohanes tidak menulis suatu penyaksian mata tentang perbuatan dan ajaran Yesus, karena teori Logos ini bukanlah tradisi Perjanjian Lama, melainkan dari bahasa filsafat Yunani. Dengan kata-kata ini Yohanes telah membawakan filsafat Neoplatonis dari Philo dan lainnya. Mereka telah mengacaukan perkataan 'firman' dari Perjanjian Lama dengan 'Logos' dari Plato dan kaum Platonis.
Kata 'firman' dalam Perjanjian Lama yang berbunyi "Oleh firman Tuhan, langit telah dijadikan" (Mazmur, 33:6) disamakan oleh kaum Neoplatonis dengan Logos lalu dimasukkan oleh penulis-penulis Injil kedalam Perjanjian Baru. Firman atau perintah Tuhan telah dijadikan Logos atau Tuhan itu sendiri, "yang segala sesuatu dijadikan oleh Dia." Logos atau Tuhan itu sendiri telah menjadi daging atau manusia sebagaimana bunyi Injil Yohanes. Dengan filsafat tersebut, Yesus telah dijadikan daging penjelmaan dari Logos.
Yesus telah dijadikan Anak Tuhan yang oleh karenanya adalah Tuhan juga. Sementara doktrin Tritunggal sendiri diperoleh dari Injil Yohanes "Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di surga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu..." (Yohanes 1: 5-7).
Yang paling mengejutkan ialah, ajaran penjelmaan Tuhan menjadi manusia merupakan wujud inkarnasi, adalah paham inkarnasi dalam ajaran Hindu. Sehingga tak pelak lagi mereka berkesimpulan Injil Yohanes ini jelas memasukkan paham ajaran Hindu kedalam doktrin Kristen melalui filsafat Yunani. Disamping ajaran-ajaran Tritunggal, ajaran penebusan dosa dan sebagainya, juga sakramen, berasal dari Hinduisme, yang membaptiskan anak yang baru lahir disungai Gangga atau dengan air suci.
Origenes (185-254), seorang Bapak Gereja di Alexandria, umpamanya, malah mempercayai ajaran-ajaran reinkarnasi Hindu. Para ilmuwan menyelidiki dan mengambil kesimpulan bahwa misi-misi agama Hindu telah sampai ke Yunani maupun Alexandria, sebelum Yesus lahir (O. Hashem: 1984).
Kisruh mengenai Tritunggal kemudian meluas dengan dilakukannya kongres-kongres (Konsili Nisea) untuk membahas mengenai ketuhanan Yesus mencapai waktu berabad-abad lamanya dan menimbulkan perpecahan dan pembunuhan-pembunuhan bagi pihak yang tidak sepakat pada aliran yang berkuasa. Berbagai rentetan fakta sejarah dan peristiwa diatas memberi pelajaran bagi kita bahwa, semakin jelas keberadaan agama Kristen tidak lagi dapat dipertahankan argumennya bahwa ia juga termasuk agama wahyu.
Sumber: peperonity/akhirzaman
Haram Ikut Merayakan Hari Besar Orang-Orang Musyrik
Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, "Sesungguhnya kalian terbiasa mengerjakan perbuatan perbuatan yang dalam pandangan kalian urusan itu lebih ringan dari sehelai rambut. Akan tetapi kami (para shahabat) dahulu ketika Rasul masih hidup, meyakininya sebagai mubiqaat (penghancur keimanan)."
Allah ta’ala berfirman, "Dan hampir hampir mereka itu merusak (keyakinanmu) terhadap ayat ayat yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar engkau mengadakan kata kata dusta akan kami (dengan perintah) selain Nya. Selanjutnya (apabila engkau mentaati mereka) pastilah mereka menjadikan dirimu sebagai kekasih. Dan apabila tidak Kami teguhkan (keimananmu) sungguh hampir hampir engkau condong sedikit kepada mereka. Dan apabila engkau telah condong kepada mereka (orang orang musyrik) itu, Kami timpakan kepadamu siksa yang berlipat lipat di dunia dan siksa yang berlipat-lipat setelah kematian, kemudian engkau tidak akan mendapatkan pertolongan sedikitpun dari Kami."(QS. Al-Isra’ [17] : 73-75)
Asbaabub Nuzul
Dari shahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa, “Suatu hari keluarlah Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahal berserta beberapa tokoh kafir Quraish yang lain, mereka mendatangi Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Muhammad, datanglah engkau (ke tempat peribadahan kami) kemudian SENTUHLAH BERHALA-BERHALA KAMI, maka kami pasti masuk Islam karenanya.” Rasul begitu besar keinginan agar orang orang itu masuk Islam, maka beliau condong untuk melaksanakan hal itu. Akan tetapi turunlah firman Allah di atas.(HR. Ibn Mardawaih dan Ibnu Abi Hatim, dengan sanad Jayyid)
"Dan janganlah kamu condong kepada orang orang yang dzalim (kafir) sehingga kamu pasti terbakar api neraka, dan kamu tidak akan mendapatkan penolong selain Allah, kemudian mereka itu pun tidak akan mampu memberikan pertolongan kepadamu." (QS. Hud [11] : 113)
"Dan telah diturunkan (ajaran) kepada kalian, bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah dpermainkan dan dan dingkari maka janganlah sekali kali kalian duduk bersama mereka (orang orang yang mempermainkan ayat-ayat Allah dan mengingkarinya), sehingga mereka mengalihkan pembicaraan kepada pembicaraan yang lain. (Apabila) kalian tetap duduk-duduk bersama mereka ketika mereka mempermainkan ayat-ayat Allah) maka kalian sama dengan mereka. Sesungguhnya Allah mengumpulkan orang orang munafik dan orang kafir seluruhnya di dalam neraka Jahannam." (QS. An-Nisa [4] : 140)
"Dan sekali kali tidak akan pernah ridha kepadamu orang orang Yahudi dan tidak pula Nasrani, sehingga kalian mengikuti kebiasaan (agama) mereka." (QS. Al-Baqarah [2] : 120)
Sabda Rasulullah shollallaaahu ‘alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari bagian kaum itu." (HR. Abu Daud, Kitabul LibAs: 4/314. Ahmad, al Musnad: 7/142 no: 5114. Hadits shahih)
Sungguh kalian pasti mengikuti kebiasaan orang orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga apabila mereka masuk ke dalam lobang biawak tentu kalian mengikuti mereka. Kami bertanya, “Yaa Rasulullah, apakah mereka itu orang orang Yahudi dan Nasranikah?” Rasul menjawab: “Kalau bukan mereka, siapa lagi?”(HR. Al-Bukhary, Kitabul I’tisham: 13/300. Muslim, Kitabul ILmi: 4/2154, no: 2569)
"Bukan golongan kami orang orang yang bertasyabbuh dengan orang orang selain golongan kami." (HR. At-Tirmidzi, as-Sunan: 7/335, no: 2696. hadits hasan)
"Sesungguhnya orang orang Yahudi dan Nasrani itu tidak beragama. Maka selisihilah mereka." (HR. al Bukhary, Kitabul Anbiya: 6/496. Muslim: Kitabul Libas: 3/1663, no: 2103)
"Selisihilah orang-orang Yahudi." (HR. Abu Daud, Kibush Sholah: 1/147. no: 652. Hadits shahih)
Pada waktu Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya, dimana mereka bersendau gurau di dua hari itu. Maka Rasul bersabda, "Aku datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari dimana kalian bersendau gurau di dalamnya. Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kalian dua hari yang lebih baik dari pada keduanya. Yaitu hari ‘Iedul Fitri dan hari raya Qurban." (HR. Ahmad: 12362)
Umar bin Khattab radhiyallaahu ‘anhu berkata, "Jauhilah orang orang asing dan kaum musyrikin di hari raya mereka, di gereja-gereja mereka. Sesungguhnya murka Allah pasti menimpamu apabila engkau melakukan hal yang dilarang itu." (HR. al-Baihaqy. Dalam Iqtidha’: 192 dan 197)
Abdullah bin Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhumaa, "Barangsiapa menetap di wilayah orang orang musyrik, membuat hidangan untuk hari raya mereka dan menyerupai mereka, hingga orang itu meninggal. Maka dia akan berkumpul bersama orang orang musyrik itu di hari kiamat kelak." (Iqtidha’ Shiratal Mustaqim: 84)
Ibnul Qoyyim al jauziyyah, "Adapun ucapan selamat terhadap simbol simbol kekufuran secara khusus, telah menjadi ijma kaum muslimin haram hukumnya. Seperti mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan 'Hari raya yang diberkahi bagimu,' atau 'Selamat merayakan hari besar ini,' dan lain-lain. Yang demikian itu (meksipun misalkan orang yang mengucapkan terbebas dari kekufuran) maka hal itu termasuk perkara yang diharamkan. Karena perbuatan itu serupa dengan orang yang mengucapkan selamat kepada orang lain karena orang itu telah bersujud kepada salib. Bahkan dosanya lebih besar di hadapan Allah dan murka Allah lebih besar dari pada ucapan selamat terhadap orang orang yang minum khamr, membunuh, berzina dan lain-lain. Karenanya banyak orang yang tidak kokoh agamanya terjerumus dalam hal itu dan tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Barangsiapa mengucapkan selamat kepada seseorang karena perbuatan ma’siyyyat, bid’ah dan kekufurannya (kepada Allah) berarti dia telah mengundang murka Allah dan amarahNya." (Ahkam Ahludz Dzimmah dalam Fatawa al ‘Ashriyyah juz 22)
Ibnu Taimiyyah rahimahullahu, "Tidak ada perbedaan dalam urusan bekerja sama dengan orang orang kafir dalam masalah hari raya dengan bekerja sama dengan orang-orang kafir dalam menjalankan ajaran agama. Karena penyerupaan dalam masalah hari raya merupakan penyerupaan dalam masalah kekufuran."(Iqtidha Shiratal Mustaqim: 208)
[IM]
Allah ta’ala berfirman, "Dan hampir hampir mereka itu merusak (keyakinanmu) terhadap ayat ayat yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar engkau mengadakan kata kata dusta akan kami (dengan perintah) selain Nya. Selanjutnya (apabila engkau mentaati mereka) pastilah mereka menjadikan dirimu sebagai kekasih. Dan apabila tidak Kami teguhkan (keimananmu) sungguh hampir hampir engkau condong sedikit kepada mereka. Dan apabila engkau telah condong kepada mereka (orang orang musyrik) itu, Kami timpakan kepadamu siksa yang berlipat lipat di dunia dan siksa yang berlipat-lipat setelah kematian, kemudian engkau tidak akan mendapatkan pertolongan sedikitpun dari Kami."(QS. Al-Isra’ [17] : 73-75)
Asbaabub Nuzul
Dari shahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa, “Suatu hari keluarlah Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahal berserta beberapa tokoh kafir Quraish yang lain, mereka mendatangi Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Muhammad, datanglah engkau (ke tempat peribadahan kami) kemudian SENTUHLAH BERHALA-BERHALA KAMI, maka kami pasti masuk Islam karenanya.” Rasul begitu besar keinginan agar orang orang itu masuk Islam, maka beliau condong untuk melaksanakan hal itu. Akan tetapi turunlah firman Allah di atas.(HR. Ibn Mardawaih dan Ibnu Abi Hatim, dengan sanad Jayyid)
"Dan janganlah kamu condong kepada orang orang yang dzalim (kafir) sehingga kamu pasti terbakar api neraka, dan kamu tidak akan mendapatkan penolong selain Allah, kemudian mereka itu pun tidak akan mampu memberikan pertolongan kepadamu." (QS. Hud [11] : 113)
"Dan telah diturunkan (ajaran) kepada kalian, bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah dpermainkan dan dan dingkari maka janganlah sekali kali kalian duduk bersama mereka (orang orang yang mempermainkan ayat-ayat Allah dan mengingkarinya), sehingga mereka mengalihkan pembicaraan kepada pembicaraan yang lain. (Apabila) kalian tetap duduk-duduk bersama mereka ketika mereka mempermainkan ayat-ayat Allah) maka kalian sama dengan mereka. Sesungguhnya Allah mengumpulkan orang orang munafik dan orang kafir seluruhnya di dalam neraka Jahannam." (QS. An-Nisa [4] : 140)
"Dan sekali kali tidak akan pernah ridha kepadamu orang orang Yahudi dan tidak pula Nasrani, sehingga kalian mengikuti kebiasaan (agama) mereka." (QS. Al-Baqarah [2] : 120)
Sabda Rasulullah shollallaaahu ‘alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari bagian kaum itu." (HR. Abu Daud, Kitabul LibAs: 4/314. Ahmad, al Musnad: 7/142 no: 5114. Hadits shahih)
Sungguh kalian pasti mengikuti kebiasaan orang orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga apabila mereka masuk ke dalam lobang biawak tentu kalian mengikuti mereka. Kami bertanya, “Yaa Rasulullah, apakah mereka itu orang orang Yahudi dan Nasranikah?” Rasul menjawab: “Kalau bukan mereka, siapa lagi?”(HR. Al-Bukhary, Kitabul I’tisham: 13/300. Muslim, Kitabul ILmi: 4/2154, no: 2569)
"Bukan golongan kami orang orang yang bertasyabbuh dengan orang orang selain golongan kami." (HR. At-Tirmidzi, as-Sunan: 7/335, no: 2696. hadits hasan)
"Sesungguhnya orang orang Yahudi dan Nasrani itu tidak beragama. Maka selisihilah mereka." (HR. al Bukhary, Kitabul Anbiya: 6/496. Muslim: Kitabul Libas: 3/1663, no: 2103)
"Selisihilah orang-orang Yahudi." (HR. Abu Daud, Kibush Sholah: 1/147. no: 652. Hadits shahih)
Pada waktu Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya, dimana mereka bersendau gurau di dua hari itu. Maka Rasul bersabda, "Aku datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari dimana kalian bersendau gurau di dalamnya. Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kalian dua hari yang lebih baik dari pada keduanya. Yaitu hari ‘Iedul Fitri dan hari raya Qurban." (HR. Ahmad: 12362)
Umar bin Khattab radhiyallaahu ‘anhu berkata, "Jauhilah orang orang asing dan kaum musyrikin di hari raya mereka, di gereja-gereja mereka. Sesungguhnya murka Allah pasti menimpamu apabila engkau melakukan hal yang dilarang itu." (HR. al-Baihaqy. Dalam Iqtidha’: 192 dan 197)
Abdullah bin Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhumaa, "Barangsiapa menetap di wilayah orang orang musyrik, membuat hidangan untuk hari raya mereka dan menyerupai mereka, hingga orang itu meninggal. Maka dia akan berkumpul bersama orang orang musyrik itu di hari kiamat kelak." (Iqtidha’ Shiratal Mustaqim: 84)
Ibnul Qoyyim al jauziyyah, "Adapun ucapan selamat terhadap simbol simbol kekufuran secara khusus, telah menjadi ijma kaum muslimin haram hukumnya. Seperti mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan 'Hari raya yang diberkahi bagimu,' atau 'Selamat merayakan hari besar ini,' dan lain-lain. Yang demikian itu (meksipun misalkan orang yang mengucapkan terbebas dari kekufuran) maka hal itu termasuk perkara yang diharamkan. Karena perbuatan itu serupa dengan orang yang mengucapkan selamat kepada orang lain karena orang itu telah bersujud kepada salib. Bahkan dosanya lebih besar di hadapan Allah dan murka Allah lebih besar dari pada ucapan selamat terhadap orang orang yang minum khamr, membunuh, berzina dan lain-lain. Karenanya banyak orang yang tidak kokoh agamanya terjerumus dalam hal itu dan tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Barangsiapa mengucapkan selamat kepada seseorang karena perbuatan ma’siyyyat, bid’ah dan kekufurannya (kepada Allah) berarti dia telah mengundang murka Allah dan amarahNya." (Ahkam Ahludz Dzimmah dalam Fatawa al ‘Ashriyyah juz 22)
Ibnu Taimiyyah rahimahullahu, "Tidak ada perbedaan dalam urusan bekerja sama dengan orang orang kafir dalam masalah hari raya dengan bekerja sama dengan orang-orang kafir dalam menjalankan ajaran agama. Karena penyerupaan dalam masalah hari raya merupakan penyerupaan dalam masalah kekufuran."(Iqtidha Shiratal Mustaqim: 208)
[IM]
Alasan Kenapa Orang Islam Haram Merayakan Tahun Baru Masehi
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Tahun baru masehi pada zaman kita ini dirayakan dengan besar-besaran. Suara terompet dan tontonan kembang api hampir menghiasi seluruh penjuru dunia di barat dan di timurnya. Tidak berbeda negara yang mayoritas penduduknya kafir ataupun muslim. Padahal, perayaan tersebut identik dengan hari besar orang Nasrani.
Banyak keyakinan batil yang ada pada malam tahun baru. Di antaranya, siapa yang meneguk segelas anggur terakhir dari botol setelah tengah malam akan mendapatkan keberuntungan. Jika dia seorang bujangan, maka dia akan menjadi orang pertama menemukan jodoh dari antara rekan-rekannya yang ada di malam itu. Keyakinan lainnya, di antara bentuk kemalangan adalah masuk rumah pada malam tahun tanpa membawa hadiah, mencuci baju dan peralatan makan pada hari itu adalah tanda kesialan, membiarkan api menyala sepanjang malam tahun baru akan mendatangkan banyak keberuntungan, dan bentuk-bentuk khurafat lainnya.
Sesungguhnya keyakinan-keyakinan batil tersebut diadopsi dari keyakinan batil Nasrani. Yang hakikatnya, mengadopsi dan meniru budaya batil ini adalah sebuah keharaman. Karena siapa yang bertasyabbuh (menyerupai) kepada satu kaum, maka dia bagian dari mereka.
Haramnya Bertasyabuh Kepada Orang Kafir
Secara ringkas, bertasyabbuh di sini maknanya adalah usaha seseorang untuk menyerupai orang lain yang ingin dia sama dengannya, baik dalam penampilan, karakteristik dan atribut.
Di antara perkara fundamental dari agama kita adalah memberikan kecintaan kepada Islam dan pemeluknya, berbara’ (membenci dan berlepas diri) dari kekufuran dan para ahlinya. Dan tanda bara’ yang paling nampak dengan berbedanya seorang muslim dari orang kafir, bangga dengan agamanya dan merasa terhormat dengan Islamnya, seberapapun hebat kekuatan orang kafir dan kemajuan peradaban mereka.
. . . tanda bara’ yang paling nampak dengan berbedanya seorang muslim dari orang kafir, bangga dengan agamanya dan merasa terhormat dengan Islamnya, seberapapun hebat kekuatan orang kafir dan kemajuan peradaban mereka.
Walaupun kondisi orang muslim lemah, terbelakang, dan terpecah-pecah, sedangkan kekuatan kafir sangat hebat, tetap kaum muslimin tidak boleh menjadikannya sebagai dalih untuk membebek kepada kaum kuffar dan justifikasi untuk menyerupai mereka sebagaimana yang diserukan kaum munafikin dan para penjajah. Semua itu dikarenakan teks-teks syar’i yang mengharamkan tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir dan larangan membebek kepada mereka tidak membedakan antara kondisi lemah dan kuat. Dan juga karena seorang muslim -dengan segenap kemampuannya- harus merasa mulia dengan agamanya dan terhormat dengan ke-Islamnya, sehingga pun saat mereka lemah dan terbelakang.
. . . kondisi orang muslim lemah, terbelakang, dan terpecah-pecah, tetap tidak boleh dijadikan sebagai dalih untuk membebek kepada kaum kuffar dan justifikasi untuk menyerupai mereka
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyeru agar seorang muslim bangga dan terhormat dengan agamanya. Dia menggolongkannya sebagai perkataan terbaik dan kehormatan yang termulia dalam firmannya,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?".” (QS. Fushilat: 33)
Karena sangat urgennya masalah ini, yaitu agar seorang muslim berbeda dengan orang kafir, Allah memerintahkan kaum muslimin agar berdoa kepada-Nya minimal 17 kali dalam sehari semalam agar menjauhkan dari jalan hidup orang kafir dan menunjukinya kepada jalan lurus.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)
Banyak sekali nash Al-Qur’an dan Sunnah yang melarang bertasyabbuh dengan mereka dan menjelaskan bahwa mereka dalam kesesatan, maka siapa yang mengikuti mereka berarti mengikuti mereka dalam kesesatan.
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah: 18)
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ وَاقٍ
“Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. Al-Ra’du: 37)
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” (QS. Ali Imran: 105)
Allah Ta’ala menyeru kaum mukminin agar khusyu’ ketika berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan membaca ayat-ayat-Nya, lalu Dia berfirman,
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hadid: 16)
Tidak diragukan lagi, menyerupai mereka termasuk tanda paling jelas adanya kecintaan dan kasih sayang terhadap mereka. Ini bertentangan dengan sikap bara’ah (membenci dan berlepas diri) dari kekafiran dan pelakunya. Padahal Allah telah melarang kaum mukminin mencintai, loyal dan mendukung mereka. Sedangkan loyal dan mendukung mereka adalah sebab menjadi bagian dari golongan mereka, -semoga Allah menyelamatkan kita darinya-.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." (QS. Al-Baqarah: 51)
Menyerupai orang kafir termasuk tanda paling jelas adanya kecintaan dan kasih sayang terhadap mereka. Ini bertentangan dengan sikap bara’ah (membenci dan berlepas diri) dari kekafiran dan pelakunya.
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka." (QS. Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Menyerupai (mereka) akan menunbuhkan kasih sayang, kecintaan, dan pembelaan dalam batin. Sebagaimana kecintaan dalam batin akan melahirkan musyabahah (ingin menyerupai) secara zahir.” Beliau berkata lagi dalam menjelaskan ayat di atas, “Maka Dia Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan, tidak akan didapati seorang mukmin mencintai orang kafir. Maka siapa yang mencintai orang kafir, dia bukan seorang mukmin. Dan penyerupaan zahir akan menumbuhkan kecintaan, karenanya diharamkan.”
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan dishahihkan Ibnu Hibban. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam kitabnya Al-Iqtidha’ dan Fatawanya. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 2831 dan 6149)
Syaikhul Islam berkata, “Hadits ini –yang paling ringan- menuntut pengharaman tasyabbuh (menyerupai) mereka, walaupun zahirnya mengafirkan orang yang menyerupai mereka seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Siapa di antara kamu yang berloyal kepada mereka, maka sungguh ia bagian dari mereka.” (QS. Al-Maidah: 51).” (Al-Iqtidha’: 1/237)
Imam al-Shan’ani rahimahullaah berkata, “Apabila menyerupai orang kafir dalam berpakaian dan meyakini supaya seperti mereka dengan pakaian tersebut, ia telah kafir. Jika tidak meyakini (seperti itu), terjadi khilaf di antara fuqaha’ di dalamnya: Di antara mereka ada yang berkata menjadi kafir, sesuai dengan zahir hadits; Dan di antara yang lain mereka berkata, tidak kafir tapi harus diberi sanksi peringatan.” (Lihat: Subulus salam tentang syarah hadits tesebut).
Ibnu Taimiyah rahimahullaah menyebutkan, bahwa menyerupai orang-orang kafir merupakan salah satu sebab utama hilangnya (asingnya syi’ar) agama dan syariat Allah, dan munculnya kekafiran dan kemaksiatan. Sebagaimana melestarikan sunnah dan syariat para nabi menjadi pokok utama setiap kebaikan. (Lihat: Al-Iqtidha’: 1/314)
Bentuk Menyerupai Orang Kafir Dalam Hari Besar Mereka
Orang-orang kafir –dengan berbagai macam agama dan sektenya- memiliki hari raya yang beraneka ragam. Di antanya ada bersifat keagamaan yang menjadi pondasi agama mereka atau hari raya yang sengaja mereka ciptakan sendiri sebagai bagian dari agama mereka. Namun kebanyakannya berasal dari tradisi dan momentum yang sengaja dibuat hari besar untuk memperingatinya. Misalnya hari besar Nasional dan semisalnya. Lebih jauhnya ada beberapa contohnya sebagai berikut:
1. Hari untuk beribadah kepada tuhannya, seperti hari raya wafat Jesus Kristus, paskah, Misa, Natal, Tahun Baru Masehi, dan semisalnya. Seorang muslim terkategori menyerupai mereka dalam dua kondisi:
Pertama, Ikut serta dalam hari raya tersebut. Walaupun perayaan ini diselenggarakan kelompok minoritas non-muslim di negeri kaum muslimin, lalu sebagian kaum muslimin ikut serta di dalamnya sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Ibnu Taimiyah dan Imam Dzahabi. Realitas semacam ini tersebar di negeri-negeri kaum muslimin. Lebih buruk lagi, ada sebagian kaum muslimin yang bepergian ke negeri kafir untuk menghadiri perayaan tersebut dan ikut berpartisipasi di dalamnya, baik karena menuruti hawa nafsunya atau untuk memenuhi undangan orang kafir sebagaimana yang dialami kaum muslimin yang hidup di negeri kafir, para pejabat pemerintahan, atau para bisnismen yang mendapat undangan rekan bisnisnya untuk menandatangi kontrak bisnis. Semua ini haram hukumnya dan ditakutkan menyebabkan kekufuran berdasarkan hadits, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” Pastinya, orang yang melakukan itu sadar bahwa itu merupakan bagian dari syi’ar agama mereka.
Kedua, Mengadopsi perayaan orang kafir ke negeri kaum muslimin. Orang yang menghadiri perayaan orang-orang kafir di negara mereka, lalu dengan kajahilan dan lemahnya iman, ia kagum dengan perayaan tersebut. kemudian dia membawa perayaan tersebut ke negara-negara muslim sebagaimana perayaan tahun baru Masehi. Kondisi ini lebih buruk dari yang pertama, karena dia tidak hanya ikut merayakan syi’ar agama orang kafir di Negara mereka, tapi malah membawanya ke negara-negara muslim.
. . .perayaan tahun baru Masehi adalah tradisi dan syi’ar agama orang kafir di Negara mereka, namun telah dibawa dan dilestarikan di negara-negara muslim...
2. Hari besar yang awanya menjadi syi’ar (simbol) orang-orang kafir, lalu dengan berjalannya waktu berubah menjadi tradisi dan perayaan global, seperti olimpiade oleh bangsa Yunani kuno yang saat ini menjadi ajang olah raga Internasional yang diikuti oleh semua Negara yang tedaftar dalam Komite Olimpiade Internasional (IOC). Ikut serta di dalamnya ada dua bentuk:
Pertama, menghadiri upacara pembukaan dan karnavalnya di negeri kafir seperti yang banyak di lakukan negara-negara muslim yang mengirimkan atlit-atlitnya untuk mengikuti berbagai ajang olah raga yang diadakan.
Kedua, membawa perayaan ini ke negera-negara muslim, seperti sebagian negeri muslim meminta menjadi tuan rumah dan penyelenggara Olimpiade ini.
Keduanya tidak boleh diadakan dan diselenggarakanaa di Negara-negara muslim dengan beberapa alasan:
a. Olimpiade ini pada awalnya merupakan hari besar kaum pagan Yunani kuno dan merupakan hari paling bersejaran bagi mereka, lalu diwarisi oleh kaum Romawi dan dilestarikan kaum Nasrani.
b. Ajang tersebut memiliki nama yang maknanya sangat dikenal oleh bangsa Yunani sebagai hari ritus mereka.
Keberadaannya yang menjadi ajang oleh raga tidak lantas merubah statusnya sebagai hari raya kaum pagan berdasarkan nama dan asal usulnya. Dasar haramnya perayaan tersebut adalah hadits Tsabit bin Dhahak radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Ada seseorang bernazar di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyembelih unta di Bawwanah –yaitu nama suatu tempat-, ia lalu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: “Aku bernazar untuk menyembelih unta di Bawwanah.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Apakah di sana ada berhala jahiliyah yang disembah?” Mereka berkata: “Tidak.” Beliau bertanya lagi: “Apakah di sana dilakukan perayaan hari raya mereka?” Mereka berkata: “Tidak.” Beliau bersabda: “Tunaikanlah nazarmu, sesungguhnya tidak boleh menunaikan nazar yang berupa maksiat kepada Allah dan yang tidak mampu dilakukan oleh anak Adam.” (HR. Abu Dawud dan sanadnya sesuai syarat as-Shahihain)
Ditimbang dengan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di atas, bahwa asal dari olah raga priodik ini ada hari raya orang kafir. Dan ini diharamkan sebagaimana diharamkannya menyembelih unta untuk Allah di tempat yang dijadikan sebagai perayaan hari raya orang kafir. Dan perbedaan waktu dan tempat tidak mempengaruhi dari subtansi alasan diharamkannya penyembelihan tersebut.
Ibnu Taimiyah rahimahullaah menjelaskan, hadits ini mengandung makna bahwa tempat yang digunakan untuk perayaan hari besar mereka tidak boleh digunakan untuk menyembelih walaupun itu bentuknya nazar. Sebagaimana tempat tersebut sebagai tempat menaruh berhala mereka. Bahwa nazar semacam itu menunjukkan pengagungan kepada tempat tersebut yang diagungkan mereka untuk merayakan hari besarnya atau sebagai bentuk ikut serta (partisipasi) dalam perayaan hari besar tersebut. Atau juga untuk menghidupkan syi’ar mereka di sana. Apabila mengistimewakan satu tempat yang menjadi perayaan agama mereka saja dilarang, bagaimana dengan perayaan itu sendiri?! (Diringkas dari al-Iqtidha’: 1/344)
Sedangkan olimpiade ini bukan hanya waktu atau tempatnya, tapi hari raya itu sendiri berdasarkan asal penamaanya dan aktifitas yang ada di dalamnya, seperti menyalakan lampu olimpiade. Padahal itu sebagai lambang hari besar mereka. Dan ajang olahraga ini juga dilaksanakan pas waktu perayaan hari besar olimpiade, yang dilaksanakan empat tahun sekali.
3. Menyerupai Orang Kafir Dalam Merayakan Hari Besar Islam
Bentuk bertasyabbuh dengan orang kafir bisa terjadi juga dalam perayaan hari raya Islam, Idul Fitri dan Adha. Yaitu merayakan hari raya Islam dengan cara-cara yang bisa digunakan kaum kuffar dalam merayakan hari besar mereka.
Bahwa sesungguhnya, hari raya kaum muslimin dihiasi dengan syukur kepada Allah Ta’ala, mengagungkan, memuji dan mentaati-Nya. Bergembira menikmati karunia nikmat dari Allah Ta’ala tanpa menggunakannya untuk bermaksiat. Ini berbeda dengan hari raya kaum kuffar, dirayakan untuk mengagungkan syi’ar batil dan berhala-berhala mereka yang disembah selain Allah Ta’ala. Dalam perayaannya, mereka tenggelam dalam syahwat yang haram.
Namun sangat disayangkan banyak kaum muslimin yang di penjuru dunia yang menyerupai orang kafir dalam kemaksiatan itu. Mereka merubah nuansa Idul Fitri dan Idul Adha sebagai musim ketaatan dan syukur menjadi musim bermaksiat dan kufur nikmat, yaitu dengan mengisi malam-malamnya dengan musik-musik, nyanyir-nyanyi, mabuk-mabukan, pesta yang bercampur laki-laki dan perempuan dan bentuk pelanggaran-pelanggaran lainnya. Semua ini disebabkan mereka meniru cara orang kafir dalam merayakan hari besar mereka yang diisi dengan menuruti syahwat dan maksiat.
Semoga Allah membimbing kita kepada kondisi yang lebih diridhai-Nya, tidak menyimpang dari aturan Islam dan tidak bertasyabbuh dengan kaum kafir dalam acara-acara mereka. [Voa Islam]
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Tahun baru masehi pada zaman kita ini dirayakan dengan besar-besaran. Suara terompet dan tontonan kembang api hampir menghiasi seluruh penjuru dunia di barat dan di timurnya. Tidak berbeda negara yang mayoritas penduduknya kafir ataupun muslim. Padahal, perayaan tersebut identik dengan hari besar orang Nasrani.
Banyak keyakinan batil yang ada pada malam tahun baru. Di antaranya, siapa yang meneguk segelas anggur terakhir dari botol setelah tengah malam akan mendapatkan keberuntungan. Jika dia seorang bujangan, maka dia akan menjadi orang pertama menemukan jodoh dari antara rekan-rekannya yang ada di malam itu. Keyakinan lainnya, di antara bentuk kemalangan adalah masuk rumah pada malam tahun tanpa membawa hadiah, mencuci baju dan peralatan makan pada hari itu adalah tanda kesialan, membiarkan api menyala sepanjang malam tahun baru akan mendatangkan banyak keberuntungan, dan bentuk-bentuk khurafat lainnya.
Sesungguhnya keyakinan-keyakinan batil tersebut diadopsi dari keyakinan batil Nasrani. Yang hakikatnya, mengadopsi dan meniru budaya batil ini adalah sebuah keharaman. Karena siapa yang bertasyabbuh (menyerupai) kepada satu kaum, maka dia bagian dari mereka.
Haramnya Bertasyabuh Kepada Orang Kafir
Secara ringkas, bertasyabbuh di sini maknanya adalah usaha seseorang untuk menyerupai orang lain yang ingin dia sama dengannya, baik dalam penampilan, karakteristik dan atribut.
Di antara perkara fundamental dari agama kita adalah memberikan kecintaan kepada Islam dan pemeluknya, berbara’ (membenci dan berlepas diri) dari kekufuran dan para ahlinya. Dan tanda bara’ yang paling nampak dengan berbedanya seorang muslim dari orang kafir, bangga dengan agamanya dan merasa terhormat dengan Islamnya, seberapapun hebat kekuatan orang kafir dan kemajuan peradaban mereka.
. . . tanda bara’ yang paling nampak dengan berbedanya seorang muslim dari orang kafir, bangga dengan agamanya dan merasa terhormat dengan Islamnya, seberapapun hebat kekuatan orang kafir dan kemajuan peradaban mereka.
Walaupun kondisi orang muslim lemah, terbelakang, dan terpecah-pecah, sedangkan kekuatan kafir sangat hebat, tetap kaum muslimin tidak boleh menjadikannya sebagai dalih untuk membebek kepada kaum kuffar dan justifikasi untuk menyerupai mereka sebagaimana yang diserukan kaum munafikin dan para penjajah. Semua itu dikarenakan teks-teks syar’i yang mengharamkan tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir dan larangan membebek kepada mereka tidak membedakan antara kondisi lemah dan kuat. Dan juga karena seorang muslim -dengan segenap kemampuannya- harus merasa mulia dengan agamanya dan terhormat dengan ke-Islamnya, sehingga pun saat mereka lemah dan terbelakang.
. . . kondisi orang muslim lemah, terbelakang, dan terpecah-pecah, tetap tidak boleh dijadikan sebagai dalih untuk membebek kepada kaum kuffar dan justifikasi untuk menyerupai mereka
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyeru agar seorang muslim bangga dan terhormat dengan agamanya. Dia menggolongkannya sebagai perkataan terbaik dan kehormatan yang termulia dalam firmannya,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?".” (QS. Fushilat: 33)
Karena sangat urgennya masalah ini, yaitu agar seorang muslim berbeda dengan orang kafir, Allah memerintahkan kaum muslimin agar berdoa kepada-Nya minimal 17 kali dalam sehari semalam agar menjauhkan dari jalan hidup orang kafir dan menunjukinya kepada jalan lurus.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)
Banyak sekali nash Al-Qur’an dan Sunnah yang melarang bertasyabbuh dengan mereka dan menjelaskan bahwa mereka dalam kesesatan, maka siapa yang mengikuti mereka berarti mengikuti mereka dalam kesesatan.
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah: 18)
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ وَاقٍ
“Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. Al-Ra’du: 37)
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” (QS. Ali Imran: 105)
Allah Ta’ala menyeru kaum mukminin agar khusyu’ ketika berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan membaca ayat-ayat-Nya, lalu Dia berfirman,
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hadid: 16)
Tidak diragukan lagi, menyerupai mereka termasuk tanda paling jelas adanya kecintaan dan kasih sayang terhadap mereka. Ini bertentangan dengan sikap bara’ah (membenci dan berlepas diri) dari kekafiran dan pelakunya. Padahal Allah telah melarang kaum mukminin mencintai, loyal dan mendukung mereka. Sedangkan loyal dan mendukung mereka adalah sebab menjadi bagian dari golongan mereka, -semoga Allah menyelamatkan kita darinya-.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." (QS. Al-Baqarah: 51)
Menyerupai orang kafir termasuk tanda paling jelas adanya kecintaan dan kasih sayang terhadap mereka. Ini bertentangan dengan sikap bara’ah (membenci dan berlepas diri) dari kekafiran dan pelakunya.
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka." (QS. Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Menyerupai (mereka) akan menunbuhkan kasih sayang, kecintaan, dan pembelaan dalam batin. Sebagaimana kecintaan dalam batin akan melahirkan musyabahah (ingin menyerupai) secara zahir.” Beliau berkata lagi dalam menjelaskan ayat di atas, “Maka Dia Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan, tidak akan didapati seorang mukmin mencintai orang kafir. Maka siapa yang mencintai orang kafir, dia bukan seorang mukmin. Dan penyerupaan zahir akan menumbuhkan kecintaan, karenanya diharamkan.”
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan dishahihkan Ibnu Hibban. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam kitabnya Al-Iqtidha’ dan Fatawanya. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 2831 dan 6149)
Syaikhul Islam berkata, “Hadits ini –yang paling ringan- menuntut pengharaman tasyabbuh (menyerupai) mereka, walaupun zahirnya mengafirkan orang yang menyerupai mereka seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Siapa di antara kamu yang berloyal kepada mereka, maka sungguh ia bagian dari mereka.” (QS. Al-Maidah: 51).” (Al-Iqtidha’: 1/237)
Imam al-Shan’ani rahimahullaah berkata, “Apabila menyerupai orang kafir dalam berpakaian dan meyakini supaya seperti mereka dengan pakaian tersebut, ia telah kafir. Jika tidak meyakini (seperti itu), terjadi khilaf di antara fuqaha’ di dalamnya: Di antara mereka ada yang berkata menjadi kafir, sesuai dengan zahir hadits; Dan di antara yang lain mereka berkata, tidak kafir tapi harus diberi sanksi peringatan.” (Lihat: Subulus salam tentang syarah hadits tesebut).
Ibnu Taimiyah rahimahullaah menyebutkan, bahwa menyerupai orang-orang kafir merupakan salah satu sebab utama hilangnya (asingnya syi’ar) agama dan syariat Allah, dan munculnya kekafiran dan kemaksiatan. Sebagaimana melestarikan sunnah dan syariat para nabi menjadi pokok utama setiap kebaikan. (Lihat: Al-Iqtidha’: 1/314)
Bentuk Menyerupai Orang Kafir Dalam Hari Besar Mereka
Orang-orang kafir –dengan berbagai macam agama dan sektenya- memiliki hari raya yang beraneka ragam. Di antanya ada bersifat keagamaan yang menjadi pondasi agama mereka atau hari raya yang sengaja mereka ciptakan sendiri sebagai bagian dari agama mereka. Namun kebanyakannya berasal dari tradisi dan momentum yang sengaja dibuat hari besar untuk memperingatinya. Misalnya hari besar Nasional dan semisalnya. Lebih jauhnya ada beberapa contohnya sebagai berikut:
1. Hari untuk beribadah kepada tuhannya, seperti hari raya wafat Jesus Kristus, paskah, Misa, Natal, Tahun Baru Masehi, dan semisalnya. Seorang muslim terkategori menyerupai mereka dalam dua kondisi:
Pertama, Ikut serta dalam hari raya tersebut. Walaupun perayaan ini diselenggarakan kelompok minoritas non-muslim di negeri kaum muslimin, lalu sebagian kaum muslimin ikut serta di dalamnya sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Ibnu Taimiyah dan Imam Dzahabi. Realitas semacam ini tersebar di negeri-negeri kaum muslimin. Lebih buruk lagi, ada sebagian kaum muslimin yang bepergian ke negeri kafir untuk menghadiri perayaan tersebut dan ikut berpartisipasi di dalamnya, baik karena menuruti hawa nafsunya atau untuk memenuhi undangan orang kafir sebagaimana yang dialami kaum muslimin yang hidup di negeri kafir, para pejabat pemerintahan, atau para bisnismen yang mendapat undangan rekan bisnisnya untuk menandatangi kontrak bisnis. Semua ini haram hukumnya dan ditakutkan menyebabkan kekufuran berdasarkan hadits, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” Pastinya, orang yang melakukan itu sadar bahwa itu merupakan bagian dari syi’ar agama mereka.
Kedua, Mengadopsi perayaan orang kafir ke negeri kaum muslimin. Orang yang menghadiri perayaan orang-orang kafir di negara mereka, lalu dengan kajahilan dan lemahnya iman, ia kagum dengan perayaan tersebut. kemudian dia membawa perayaan tersebut ke negara-negara muslim sebagaimana perayaan tahun baru Masehi. Kondisi ini lebih buruk dari yang pertama, karena dia tidak hanya ikut merayakan syi’ar agama orang kafir di Negara mereka, tapi malah membawanya ke negara-negara muslim.
. . .perayaan tahun baru Masehi adalah tradisi dan syi’ar agama orang kafir di Negara mereka, namun telah dibawa dan dilestarikan di negara-negara muslim...
2. Hari besar yang awanya menjadi syi’ar (simbol) orang-orang kafir, lalu dengan berjalannya waktu berubah menjadi tradisi dan perayaan global, seperti olimpiade oleh bangsa Yunani kuno yang saat ini menjadi ajang olah raga Internasional yang diikuti oleh semua Negara yang tedaftar dalam Komite Olimpiade Internasional (IOC). Ikut serta di dalamnya ada dua bentuk:
Pertama, menghadiri upacara pembukaan dan karnavalnya di negeri kafir seperti yang banyak di lakukan negara-negara muslim yang mengirimkan atlit-atlitnya untuk mengikuti berbagai ajang olah raga yang diadakan.
Kedua, membawa perayaan ini ke negera-negara muslim, seperti sebagian negeri muslim meminta menjadi tuan rumah dan penyelenggara Olimpiade ini.
Keduanya tidak boleh diadakan dan diselenggarakanaa di Negara-negara muslim dengan beberapa alasan:
a. Olimpiade ini pada awalnya merupakan hari besar kaum pagan Yunani kuno dan merupakan hari paling bersejaran bagi mereka, lalu diwarisi oleh kaum Romawi dan dilestarikan kaum Nasrani.
b. Ajang tersebut memiliki nama yang maknanya sangat dikenal oleh bangsa Yunani sebagai hari ritus mereka.
Keberadaannya yang menjadi ajang oleh raga tidak lantas merubah statusnya sebagai hari raya kaum pagan berdasarkan nama dan asal usulnya. Dasar haramnya perayaan tersebut adalah hadits Tsabit bin Dhahak radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Ada seseorang bernazar di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyembelih unta di Bawwanah –yaitu nama suatu tempat-, ia lalu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: “Aku bernazar untuk menyembelih unta di Bawwanah.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Apakah di sana ada berhala jahiliyah yang disembah?” Mereka berkata: “Tidak.” Beliau bertanya lagi: “Apakah di sana dilakukan perayaan hari raya mereka?” Mereka berkata: “Tidak.” Beliau bersabda: “Tunaikanlah nazarmu, sesungguhnya tidak boleh menunaikan nazar yang berupa maksiat kepada Allah dan yang tidak mampu dilakukan oleh anak Adam.” (HR. Abu Dawud dan sanadnya sesuai syarat as-Shahihain)
Ditimbang dengan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di atas, bahwa asal dari olah raga priodik ini ada hari raya orang kafir. Dan ini diharamkan sebagaimana diharamkannya menyembelih unta untuk Allah di tempat yang dijadikan sebagai perayaan hari raya orang kafir. Dan perbedaan waktu dan tempat tidak mempengaruhi dari subtansi alasan diharamkannya penyembelihan tersebut.
Ibnu Taimiyah rahimahullaah menjelaskan, hadits ini mengandung makna bahwa tempat yang digunakan untuk perayaan hari besar mereka tidak boleh digunakan untuk menyembelih walaupun itu bentuknya nazar. Sebagaimana tempat tersebut sebagai tempat menaruh berhala mereka. Bahwa nazar semacam itu menunjukkan pengagungan kepada tempat tersebut yang diagungkan mereka untuk merayakan hari besarnya atau sebagai bentuk ikut serta (partisipasi) dalam perayaan hari besar tersebut. Atau juga untuk menghidupkan syi’ar mereka di sana. Apabila mengistimewakan satu tempat yang menjadi perayaan agama mereka saja dilarang, bagaimana dengan perayaan itu sendiri?! (Diringkas dari al-Iqtidha’: 1/344)
Sedangkan olimpiade ini bukan hanya waktu atau tempatnya, tapi hari raya itu sendiri berdasarkan asal penamaanya dan aktifitas yang ada di dalamnya, seperti menyalakan lampu olimpiade. Padahal itu sebagai lambang hari besar mereka. Dan ajang olahraga ini juga dilaksanakan pas waktu perayaan hari besar olimpiade, yang dilaksanakan empat tahun sekali.
3. Menyerupai Orang Kafir Dalam Merayakan Hari Besar Islam
Bentuk bertasyabbuh dengan orang kafir bisa terjadi juga dalam perayaan hari raya Islam, Idul Fitri dan Adha. Yaitu merayakan hari raya Islam dengan cara-cara yang bisa digunakan kaum kuffar dalam merayakan hari besar mereka.
Bahwa sesungguhnya, hari raya kaum muslimin dihiasi dengan syukur kepada Allah Ta’ala, mengagungkan, memuji dan mentaati-Nya. Bergembira menikmati karunia nikmat dari Allah Ta’ala tanpa menggunakannya untuk bermaksiat. Ini berbeda dengan hari raya kaum kuffar, dirayakan untuk mengagungkan syi’ar batil dan berhala-berhala mereka yang disembah selain Allah Ta’ala. Dalam perayaannya, mereka tenggelam dalam syahwat yang haram.
Namun sangat disayangkan banyak kaum muslimin yang di penjuru dunia yang menyerupai orang kafir dalam kemaksiatan itu. Mereka merubah nuansa Idul Fitri dan Idul Adha sebagai musim ketaatan dan syukur menjadi musim bermaksiat dan kufur nikmat, yaitu dengan mengisi malam-malamnya dengan musik-musik, nyanyir-nyanyi, mabuk-mabukan, pesta yang bercampur laki-laki dan perempuan dan bentuk pelanggaran-pelanggaran lainnya. Semua ini disebabkan mereka meniru cara orang kafir dalam merayakan hari besar mereka yang diisi dengan menuruti syahwat dan maksiat.
Semoga Allah membimbing kita kepada kondisi yang lebih diridhai-Nya, tidak menyimpang dari aturan Islam dan tidak bertasyabbuh dengan kaum kafir dalam acara-acara mereka. [Voa Islam]
Tahun Baru Masehi Dan Budaya Paganisme
Malam ini adalah malam tahun baru masehi, yaitu permulaan tahun pada kalender gregorian. Mayoritas manusia di bumi ini merayakannya. Hmmm… untuk apa? Apakah merayakan penambahan tahun, yang artinya jatah umur dunia (dan jatah umur kita) semakin berkurang?
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”
(Hadits Riwayat Abu Dawud)
Merujuk pada hadits di atas, maka alangkah baiknya kalau kita seharusnya tabayun (kroscek) dahulu asal muasal dari perayaan tahun baru masehi. Kenapa harus 1 Januari? Dan budaya dari kaum apakah perayaan tersebut? Hal itu dimaksudkan agar kita tidak terjebak oleh ketidaktahuan kita yang akan menyebabkan kita terlempar ke dalam kesesatan.
Sejarah Tahun Baru 1 Januari
Mari kita buka The World Book Encyclopedia tahun 1984, volume 14, halaman 237.
“The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as New Year’s Day in 46 BC. The Romans dedicated this day to Janus , the god of gates, doors, and beginnings. The month of January was named after Janus, who had two faces – one looking forward and the other looking backward.”
Artinya kurang lebih begini :
“Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke 46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah – sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu.”
Dewa Janus sendiri adalah sesembahan kaum Pagan Romawi, dan pada peradaban sebelumnya di Yunani telah disembah sosok yang sama bernama dewa Chronos. Kaum Pagan, atau dalam bahasa kita disebut kaum kafir penyembah berhala, hingga kini biasa memasukkan budaya mereka ke dalam budaya kaum lainnya, sehingga terkadang tanpa sadar kita mengikuti mereka. Sejarah pelestarian budaya Pagan (penyembahan berhala) sudah ada semenjak zaman Hermaic (3600 SM) di Yunani, dan dikawal oleh sebuah persaudaraan rahasia yang disebut sebagai Freemasons. Freemasons sendiri adalah kaum yang memiliki misi untuk melenyapkan ajaran para Nabi dari dunia ini.
Bulan Januari (bulannya Janus) juga ditetapkan setelah Desember dikarenakan Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari-hari dimana kaum pagan penyembah Matahari merayakan ritual mereka saat musim dingin. Pertengahan Winter Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari sekian banyak pengaruh Pagan pada budaya Kristen selain penggunaan lambang salib. Tanggal 1 Januari sendiri adalah seminggu setelah pertengahan Winter Soltice, yang juga termasuk dalam bagian ritual dan perayaan Winter Soltice dalam Paganisme.
Kaum Pagan sendiri biasa merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, dan bernyanyi bersama. Kaum Pagan di beberapa tempat di Eropa juga menandainya dengan memukul lonceng atau meniup terompet.
Konsep Waktu dalam Islam
Dalam ilmu pengetahuan dan sains Islam sendiri, waktu adalah salah satu makhluk yang Allah ciptakan untuk mengiringi keseimbangan di dimensi ketiga, yaitu dimensi yang kita tinggali ini. Tanpa adanya waktu, maka dimensi tiga ini tidak akan terdapat ruang dan massa, begitu pula sebaliknya. Ketiga makhluk Allah tersebut (ruang, massa, dan waktu) adalah sesuatu yang Allah ciptakan supaya raga dimensi tiga kita ini dapat hidup di dunia ini. Waullahu’alam.
Kesimpulan
Nah, sekarang kita tau kan apa itu tahun baru masehi dan sejarahnya. Jadi apakah masih mau ikut merayakannya? Secara, itu kan perayaan kaum penyembah berhala yang dibenci oleh Allah. :D
~Tio Alexander
Dewa Matahari Di Perayaan Tahun Baru (Masehi) & Pandangan Islam
Setiap akhir tahun biasanya semua manusia di dunia ini tidak terkecuali kaum Muslim mengalami wabah penyakit yang luar biasa, pengidap penyakit ini biasanya menjadi suka menghamburkan harta untuk berhura-hura, euforia yang berlebihan, pesta pora dengan makanan yang mewah, minum-minum semalam penuh, lalu mendadak ngitung (3.., 2.., 1.. Dar Der Dor!).
Wabah itu bukan flu burung, bukan juga kelaparan, tapi wabah penyakit akhir tahun yang kita biasa sebut dengan tradisi perayaan tahun baruan. Kaum muda pun tak ketinggalan merayakan tradisi ini. Kalo yang udah punya gandengan merayakan dengan jalan-jalan konvoi keliling kota, pesta di restoran, kafe, warung (emang ada ya?)
Kalo yang jomblo yaa.. tiup terompet, baik terompet milik sendiri ataupun minjem (bagi yang nggak punya duit). Kalo yang kismin, ya minimal jalan-jalan naik truk bak sapi lah, sambil teriak-teriak nggak jelas.
Dan bagi kaum adam yang normal menurut pandangan jaman ini, kesemua perayaan itu tidaklah lengkap tanpa kehadiran kaum hawa. Karena seperti kata iklan “nggak ada cewe, nggak rame”
Bahkan di kota-kota besar, tak jarang setelah menunggu semalaman pergantian tahun itu mereka mengakhirinya dengan perbuatan-perbuatan terlarang di hotel atau motel terdekat.
Yah itulah sedikit cuplikan fakta yang sering kita lihat, dengar, dan rasakan menjelang malam-malam pergantian tahun. Ini dialami oleh kaum muslimin, khususnya para anak muda yang memang banyak sekali warna dan gejolaknya. Nah, sebagai pemuda-pemudi muslim yang cerdas, agar kita nggak salah langkah di tahun baruan ini, maka kita harus menyimak gimana seharusnya kita menyikapi momen yang satu ini.
Asal muasal tahun baruan
Awal muasal tahun baru 1 Januari jelas dari praktik penyembahan kepada dewa matahari kaum Romawi. Kita ketahui semua perayaan Romawi pada dasarnya adalah penyembahan kepada dewa matahari yang disesuaikan dengan gerakan matahari.
Sebagaimana yang kita ketahui, Romawi yang terletak di bagian bumi sebelah utara mengalami 4 musim dikarenakan pergerakan matahari. Dalam perhitungan sains masa kini yang juga dipahami Romawi kuno, musim dingin adalah pertanda ’mati’ nya matahari karena saat itu matahari bersembunyi di wilayah bagian selatan khatulistiwa.
Sepanjang bulan Desember, matahari terus turun ke wilayah bahagian selatan khatulistiwa sehingga memberikan musim dingin pada wilayah Romawi, dan titik tterjauh matahari adalah pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya. Lalu mulai naik kembali ketika tanggal 25 Desember. Matahari terus naik sampai benar-benar terasa sekitar 6 hari kemudian.
Karena itulah Romawi merayakan rangkaian acara ’Kembalinya Matahari’ menyinari bumi sebagai perayaan terbesar. Dimulai dari perayaan Saturnalia (menyambut kembali dewa panen) pada tanggal 23 Desember. Lalu perayaan kembalinya Dewa Matahari (Sol Invictus) pada tanggal 25 Desember. Sampai tanggal 1-5 Januari yaitu Perayaan Tahun Baru (Matahari Baru)
Orang-orang Romawi merayakan Tahun Baru ini biasa dengan berjudi, mabuk-mabukan, bermain perempuan dan segala tindakan keji penuh nafsu kebinatangan diumbar disana. Persis seperti yang terjadi pada saat ini.
Ketika Romawi menggunakan Kristen sebagai agama negara, maka terjadi akulturasi agama Kristen dengan agama pagan Romawi. Maka diadopsilah tanggal 25 Desember sebagai hari Natal, 1 Januari sebagai Tahun Baru dan Bahkan perayaan Paskah (Easter Day), dan banyak perayaan dan simbol serta ritual lain yang diadopsi.
Bahkan untuk membenarkan 1 Januari sebagai perayaan besar, Romawi menyatakan bahwa Yesus yang lahir pada tanggal 25 Desember menurut mereka disunat 6 hari setelahnya yaitu pada tanggal 1 Januari, maka perayaannya dikenal dengan nama ’Hari Raya Penyunatan Yesus’ (The Circumcision Feast of Jesus)
Pandangan Islam terhadap Perayaan Tahun Baru’Ala kulli hal, yang ingin kita sampaikan disini adalah bahwa ’Perayaan Tahun Baru’ dan derivatnya bukanlah berasal dari Islam. Bahkan berasal dari praktek pagan Romawi yang dilanjutkan menjadi perayaan dalam Kristen. Dan mengikuti serta merayakan Tahun baru adalah suatu keharaman di dalam Islam.
Dari segi budaya dan gaya hidup, perayaan tahun baruan pada hakikatnya adalah senjata kaum kafir imperialis dalam menyerang kaum muslim untuk menyebarkan ideologi setan yang senantiasa mereka emban yaitu sekularisme dan pemikiran-pemikiran turunannya seperti pluralisme, hedonisme-permisivisme dan konsumerisme untuk merusak kaum muslim, sekaligus menjadi alat untuk mengeruk keuntungan besar bagi kaum kapitalis.
Serangan-serangan pemikiran yang dilakukan barat ini dimaksudkan sedikitnya pada 3 hal yaitu (1) menjauhkan kaum muslim dari pemikiran, perasaan dan budaya serta gaya hidup yang Islami, (2) mengalihkan perhatian kaum muslim atas penderitaan dan kedzaliman yang terjadi pada diri mereka, dan (3) menjadikan barat sebagai kiblat budaya kaum muslimin khususnya para pemuda.
Ketiga hal tersebut jelas terlihat pada perayaan tahun baru yang dirayakan dan dibuat lebih megah dan lebih besar daripada hari raya kaum muslimin sendiri. Tradisi barat merayakan tahun baru dengan berpesta pora, berhura-hura diimpor dan diikuti oleh restoran, kafe, stasiun televisi dan pemerintah untuk mangajarkan kaum muslimin perilaku hedonisme-permisivisme dan konsumerisme.
Kaum muslim dibuat bersenang-senang agar mereka lupa terhadap penderitaan dan penyiksaan yang terjadi atas saudara-saudara mereka sesama muslim. Dan lewat tahun baruan ini pula disiarkan dan dipropagandakan secara intensif budaya barat yang harus diikuti seperti pesta kembang api, pesta minum minuman keras serta film-film barat bernuansa persuasif di televisi.
Semua hal tersebut dilakukan dengan bungkus yang cantik sehingga kaum muslimin kebanyakan pun tertipu dan tanpa sadar mengikuti budaya barat yang jauh dari ajaran Islam. Anggapan bahwa tahun baru adalah “hari raya baru” milik kaum muslim pun telah wajar dan membebek budaya barat pun dianggap lumrah.
Walhasil, kaum secara i’tiqadi dan secara logika seorang muslim tidak layak larut dan sibuk dalam perayaan haram tahun baruan yang menjadi sarana mengarahkan budaya kaum muslim untuk mengekor kepada barat dan juga membuat kaum muslimin melupakan masalah-masalah yang terjadi pada mereka.
Dan hal ini juga termasuk mengucapkan selamat Tahun Baru, menyibukkan diri dalam perayaan tahun baru, meniup terompet, dan hal-hal yang berhubungan dengan kebiasaan orang-orang kafir. Wallahua’lam
by: Felix Siauw
12/28/11
Afwan, Ikhwan Itu Pacar Saya! (Cerpen)
Gedung Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tampak tinggi menjulang, bergaya timur tengah, begitu indah di pandang mata. Di sini mahasiswa terlihat lalu-lalang mengejar waktu yang memburu. Sebagian masih asyik bersenda gurau di basement kantin, ada yang baca koran, berdiskusi, menyiapkan acara di masing-masing BEM, atau sekedar duduk melepas penat. Sedangkan Leni dan Riri asyik menyeruput jus sirsak pesanan di kantin.
Mahasiswa yang terkenal aktif di BEMJ Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) ini, juga terkenal aktif memburu berita percintaan di kalangan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, bahkan majalah Jeda pernah ingin memakainya, maklum Ratu Gosip. Ketika ada kabar yang belum tentu kebenarannya, ia justru sudah mensosialisasikan ke setiap jengkal kampus. Walaupun kerap salah dan informasinya merugikan orang lain, ia tidak juga kapok. Ya namanya berita kadang benar kadang salah, begitu gumamnya.
Hari ini benar-benar ada berita heboh yang akan menggelegar, seorang akhwat kedapatan berduaan dengan seorang cowok. Leni yang menyebar kabar itu. Tak pelak, ia yang begitu mengagumi seniornya ini yang terkenal cantik dan berkepribadian menarik, langsung luntur dalam bayangan teladannya.
“Eh Riri, Masya Allah, Gue benar-benar gak nyangka Ri. Ka Ica yang begitu gua kagumi sosoknya. Ah gua benar-benar gak bisa ngomong Ri?”
“Slow dong Man…. Slow…, Ada apa Len, kamu mah bikin aku penasaran aja.”
Leni geleng-geleng kepala, mulutnya terasa tertutup rapat untuk menghembuskan barang satu kata pun. “Oh My God..”
“Lho emang kenapa sih Len?”
“Gua harap lo jangan kaget atas apa yang gua lihat tadi?
Riri mengangguk..
“Gua baru aja pengen ke kamar mandi lantai 7.”
“Yang deket Turki Corner itu?” Potong Riri.
“That’s it!! Gua lihat sekilas Kak Ica lagi berduaan sama seorang cowok?”
“Ah biasa aja kali, mungkin ada keperluan kali. Lagipula juga lo lihatnya sekilas,” sanggah Riri tak mudah percaya.
Leni menggebrak meja dengan emosional dan berkata, “Eh masih mending kalau berduaan aja, ini pake pegang-pegangan tangan, eh emang gua gak lihat jelas muka cowoknya, tapi itu tetap cowok.”
“Astaghfirullah aladzim, sumpeh lo?”
Leni mengangguk kecewa.
Keesokan harinya….
Ka Ica yang terkenal berkepribadian santun di seantero UIN Jakarta, sedang bersiap-siap menuju kampus, ia kunci rapat kamar kosnya. Tasnya sangat berat, karena di dalamnya terselib buku Majmu FatawaIbnu Taimiyyah.
“Sini aku yang bawa sayang,” ucap seorang cowok berperawakan sedang. Di depan kos mereka menangkring motor Honda tahun 80an.
“Ah tidak usah, aku aja yang bawa. Kamu langsung balikaja, gak enak nanti dilihat banyak orang.”
“Ya sudah malam minggu Ukhti ada di rumah kan? Aku apel ya?”
“Iya dong say, kan sudah jatah kamu mulai saat ini?” belay Ka Ica pada pipi sang cowok berkulit sawo mentah.
“Hmm kita nonton apa Ukh?”
“Hafalan Solat Delisa saja,”
“Oke deh..” ucap pasang cowok sambil memakai jaket hitam.
Leni dan Riri yang hobinya nonton detektif Konan, ternyata bersembunyi di balik Rental Komputer Ijul yang tak jauh berjarak dari kost Kak Ica, yang sering diebut “Gua Hira” karena tempatnya nyempil.
“Lailahailallah, Laknatullah benar-benar Ukh Ica, ternyata apa katamu benar Len. Aku gak habis pikir,” kaget Riri.
“Ssssstttt, entar kita ketahuan, lo diam aja dulu. Gua udah siapain kamera untuk merekam ini semua,” gusar Leni.
“Hehe.. gak percuma kamu ikut seminar sehari inteligensi.By the way, kayaknya cowoknya Ikhwan juga?”
“Ah kalo Ikhwan moralnya begitu, sorry lah yau..” tampik Leni.
Ditengah pembicaraan itu, Riri mencoba melongok lebih jauh. Ia ingin memastikan siapakah gerangan dibalik pria yang bersama Ica. Namun tanpa disadari, kaki kirinya yang mencoba maju tak sengaja menginjak batang kayu yang mulai reot.
“Guuubbrrraakkk..!!”
Mata Kak Ica spontan mengikuti arah suara yang mengagetkan.
Riri dan Lani panik kalang kabut, mereka cepat-cepat memepet tubuh hingga balik tembok.
Kak Ica menghampiri sumber suara, radiusnya sekitar 7 meter saja dari kost. Ia berjalan cepat karena takut ada apa-apa, atau mungkin maling motor yang marak di Ciputat. Ia celingak-celinguk. Matanya terus mendekati tubuh Leni dan Riri yang semakin berlindung di balik dinding rapuh.
Leni dan Riri, sama-sama menahan suara agar tidak kecium Kak Ica. Namun Leni yang lebih kacau, ia ingin sekali bersin, karena hidungnya kemasukan debu dari kayu reot yang patah.
Jari Riri sesekali mencubit paha Leni agar menahan bersinnya.
Kak Ica mendekati ke mereka, langkah gontai semakin jelas terdengar.
Riri begitu kencang mencubit Leni. Kalau cubitan yang ini, murni karena Riri sangat tegang.
Dan…. “Hay kak, lagi ngapain?” Tanya Ijul yang muncul dari Rental komputernya.
“Eh Ijul.. oya gimana ketikan Kakak udah beres?” selidik Kak Ica
“Dikit lagi kak, ini tinggal ngerjain SPSS-nya aja?” jawab Ijul.
“Syukron ya Jul. Oya Jul kakak buru-buru nih mau ke kampus, ada janji sama teman bikin proposal untuk BEM.”
“Tapi entar dulu kak, oya kajian Islam-nya jadi gak entar malam?”
“Insya Allah, kamu sudah dua kali gak ikutan lho, yee… curang”
“Pematerinya siapa kak?
”Ustadz Rahman, sekarang masuk bahasan Ibnu Qayyim Al Jauzi,”
“Insya Allah deh kak dateng,”
“ÓK aku tunggu lho, kalau gak aku hipnotis,”
“Hehehe galak amat, dimemori Quantum aja kak,”
“Afwan”
Leni dan Riri masih bersembunyi di balik tembok. Kaki mereka mulai gemetaran, Tangan Riri bak diikat, karena sedari tadi menyumpal mulut Leni. Ketika Kak Ica pergi barulah mereka tenang. Dan “Haahaahsssssyyyyyyyyyiiimmmm,” bersin Leni menggelegar.
Hari ini UIN terasa sumpek, hari kamis. Seperti biasa banyak sekali seminar dan kegiatan mahasiswa, Stan-stan ramai bergeletak di parkir Student Centre. Dari mulai menawarkan kegiatan pengisi jiwa seperti training mahasiswa. Dari mulai jualan bunga lengkap dengan potnya demi menyambut penghijauan, sampai bazar-bazar buku yang harganya turun total. Ica coba mampir, ia dengan serius membolak-balik buku Abul Ala al Maududi edisi lama.
Semenit berlalu, gantian ia sambangi temannya yang menjaga stan, Dela namanya. Dela kebagian menjaga stan TOEFL yang diselenggarakan UKM Bahasa Flat. Ia terlibat pembicaraan serius. Dari kejauhan terlihat Dela berusaha menahan tawa, ia tutup bibir kecilnya dengan tangan. Senyum menyeringai menyiratkan ada sesuatu kelucuan mendera.
Sedangkan Leni dan Riri berusaha mengejar lift. “Wait…wait..”
“Ih Si Leni buru-buru amat,“ sergah Rangga.
“Eh gua mau ngomong sama lo.”
“Ngomong apa Len.”
“Gawat… ini gawat,”
“Ih Si Leni gawat apanya?” Tanya Rangga, senior kampus yang terkenal alim.
Leni menceritakan panjang lebar kejadian yang membuatnya curiga bahwa Kak Ica mulai berani berdua-duaan sampai pegangan mesra sama cowok. Baginya perbuatan Kak Ica itu mencoreng nama baik BPI. Ia tidak mau nama BPI tergores. Apa jadinya kata dunia ada mahasiswi alim di BPI yang kumpul kebo. Lagipula apa jadinya mahasiswi yang populis sebagai “artis peradaban” tidak tahan terhadap belaian pria.
Rangga didera shock theraphy. Jantungnya bedegup atas cerita Leni. Ia sangat tidak menyangka, atas tingkah nista Ica tersebut. Leni benar-benar berhasil menyihir Rangga.
Lift sampai lantai 5, seorang mahasiswa masuk. Wajahnya bersih, tampan, dan berpenampilan rapih. Sontak ia berhadapan dengan Leni yang tepat berdiri di depan lift. Leni bergeser.
Matanya mulai nakal, ia perhatikan sesekali sang mahasiswa. Dalam hati Leni berkata “Masya Allah cucok juga nih cowok”.
Di sisi lain, isu percintaan Kak Ica sudah menyebar ke seluruh mahasiswa BKI. Dari mulai semester satu, tiga, lima, tujuh, dan sembilan. Bahkan beberapa dosen dan kajur kebagian infonya. Ini semata-mata karena Kak Ica memang bak seleb di BKI. Jadilah informasi cinta Kak Ica pasti laku bak kacang goreng. Beberapa orang masih penasaran. Mereka mencoba mengklarifikasi ini ke Ica, namun HP Ica tidak aktif, kost Gua Hira-nya juga terkunci kuat dengan dua gembok.
****
Hari ini Forum Studi Konseling (Forsik)digelar. Para peserta tumplek ruah megisi Ruang 5.01 di lantai 5. Pembicara belum juga kelihatan batang hidungnya. Namun entah kenapa Leni punya rencana lain, ia datang ke Forsik untuk memberi bukti skandal. Ia siapkan rekaman itu, apalagi diskusi Forsik kerap memakai infokus. So Leni ingin menyiapkan kejutan.
Akan tetapi Leni agak kesal, Kak Ica ternyata tidak ikut Forsik. Beberapa teman-teman juga kecewa Ica tidak datang. Padahal kedatangan Ica begitu ditunggu untuk menjelaskan lelucon dari perbuatannya selama ini.
Di kursi belakang, bukannya serius untuk mendengarkan diskusi, tapi ia malah sibuk memikirkan situasi Kak Ica berada saat ini. Ketika melamun, pembicara datang dengan mengenakan jas coklat muda. Materi kali ini tentang Konseling ala Rasulullah SAW.
Ketika pembicara duduk di depan, sontak Leni tidak mengira, “Oh my God inikan cowok yang tadi satu lift”. Leni betul-betul tidak bisa menahan pandangannya. Ia tatap lekat-lekat wajah pria tampan itu; sejuk, ramah senyum, rapih, dan bersih. "Ah beruntung sekali wanita yang dipinangnya," gumam Leni dalam hati.
Ia menelan ludah, ada gurat cinta di hatinya. Yup cinta pada pandangan pertama. Tutur bahsanya enak didengar ketika menjelaskan. Intonasi suaranya jelas. Ah Leni benar-benar terbuai. So untuk melampiaskan kesukaanya, Leni sengaja bertanya banyak hal tentang tema yang sedang dibicarakan.
Makin bertambah lipat hatinya, cara menjawabnya begitu detail, memang pintar sekali. Leni berpikir dua kali untuk mengumbar skandal Kak Ica, bisa hancur wibawanya bila dilihat sang pembicara. Namun sesekali hatinya juga berontak. Ia pikir bukankah ini justru menjadi dakwah untuk memberi tahu atau tepatnya memberi pelajaran pada Ica bahwa caranya salah berhubungan dengan seorang pria. Sekalipun Ica adalah sosok mahasiswi teladan baginya. Jika tidak diumbar sekarang, malah akan menjadi boomerang baginya, bahwa ia adalah tukang gossip, penyebar berita palsu, tukang fitnah.
“Astaghfirullaaladzim,” cetusnya.
Ketika Forsik selesai dan pembicara izin pamit, Leni menahan teman-temannya untuk tetap duduk di tempat. Ia siapkan infokus. Sebelumnya ia berdiri di podium, sekedar menjelaskan apa yang akan dilihat teman-temannya nanti, murni sebagai rasa cintanya pada Kak Ica, sesama teman dan keluarga besar BKI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Teman-teman yang lain gantian menyibir Leni, “Ya sudah kamu tunjukkan kalau kamu memang tidak menyebar berita bohong, karena tidak mungkin seorang Ica melakukan perbuatan nista itu,” sergah Rangga.
“Betul kata Rangga, istighfar Leni, apa yang kamu katakan akan dicatat oleh Allah,” umbar yang lain.
Suasana menjadi tegang, Leni tidak sendirian ada teman-teman lainnya yang akan mem-backup. “Saya sepakat sama Leni, lebih baik kita buktikan saja siapa yang benar dan siapa yang salah, ini kan buat kebaikan jurusan kita juga. Kita akan menarik pelajaran dari ini semua, bahwa kadang tampilan bisa menipu. Ingat kawan!!” Bela Riri, teman detektif Leni.
“Astaghfirullah, apa maksud kamu Riri?” tanya yang lain.
“Iya saya juga satu suara sama Riri, kita berbicara fakta nanatinya, bukan memandang karena Ica adalah bidadari di kampus kita, teman kesayangan kita semua,” seloroh Mahasiswa yang duduk di samping Riri.
“Sudah.. sudah… langsung saja Leni kamu putar,” perintah Rangga.
Leni tanpa panjang kata mulai memasukkan CD ke Laptop. Dan gambar yang diceritakkan Leni benar benar kenyataan.
“Sini aku yang bawa sayang”
“Ah tidak usah, aku aja yang bawa, kamu langsung aja balik, gak enak nanti dilihat banyak orang”
“Ya sudah malam minggu Ukhti ada di rumah kan? Aku apel ya?”
“Iya dong say, kan sudah jatah kamu mulai saat ini?”
“Hmm kita nonton apa Ukh?”
“Hafalan Solat Delisa saja”
“Oke deh..”
Semua orang terperangah, “Masya Allah,” ucap Rangga.
“Astaghfirullah,” Ketus yang lain.
“Ahhh”
“Ini gila,” kata Riri.
“Imposibble,” ucap Novi.
Leni mulai buka suara di rerimbun gelengan kepala teman-teman. Rangga hanya menunduk malu. Novi menangis, ternyata Kak Ica yang rajin dakwah.. Ah begitu memalukan. Yang lain pun serupa.
“Jelas kan sekarang,” kata Leni dengan suara lantang.
Riri merasa puas. Dia lega kerja kerasnya bareng Leni membuahkan hasil.
“Ini mesti diproses,” keluh Novi kesal.
“Iya ini sudah memalukan kita semua. Kita sudah jatuh. Hanya karena seorang pria, tega sekali Kak Ica menyakiti kita semua. Ia yang tiap hari bicara aturan yang seharusnya antara pria dan wanita ternyata adalah pembohong, munafik. Hhh aku sudah curiga, tidak mungkin seorang wanita menahan rasa cintanya pada pria yang dicintainya. Persetan dengan simpan dalam hati.” Seruput Leni.
“Afwan, ikhwan yang itu pacar saya!!” suara Kak Ica dari balik tembok, begitu keras menghujam keheningan.
Semua mata terperangah ke arah Ica.
“Siapa yang bilang akhwat gak boleh pacaran?” tantang Ica
Novi yang satu aktivis dakwah dengan Ica menggelengkan kepala, dan hanya bisa berkata, “Kau sudah berubah Ukh, siapa pria itu? Apa maksud kamu?”
“Iya itu pacar aku Nov,” jawab Ica dengan senyum lebar.
Rangga terlihat bingung. Leni tidak paham.
“Ikhwan yang jadi pembicara tadi itu pacar saya lho hehehe,”
“Hehehe betul, aku jadi saksi kok jadian mereka. Wong lagi nembaknya, Dela yang mengantar ikhwannya,” ucap Dela yang tiba-tiba muncul.
“Mana cowoknya itu?” Kurang ajar betul dia,” gertak Novi.
“Ini lho pacarnya kak Ica, kebetulan ini kakak Dela juga,” Dela menarik sang ikhwan yang kembali masuk ke ruangan.
“Pacaran setelah nikah itu asyik lho. Aku gak takut lagi deket-deket sama si mas. Ini cincin nikah kita. Sebelumnya saya minta maaf karena belum sempat memberi tahu teman-teman. Saya tidak mau mengganggu aktivitas kita sekalian yang sebentar lagi UAS dan tengah sibuk karena penyelenggaraan CRUCIATUS, nah makanya sekarang setelah semuanya kelar, kita mau mengundang teman-teman sekalian. Ini undangannya, bagus kan??”
Novi langsung memeluk Ica sambil sesenggukan meneteskan air mata “Maafkan aku teman sejatiku, aku sudah suudzon padamu, kau yang sangat kubangga sebagai mahasiswa berprestasi di BKI. Ah subhanallah ternyata kamu sudah menikah Ca, Allah begitu menyangimu wahai wanita yang baik budinya. Kamu kemana selama ini Ca, kami semua mencemaskanmu?”
“Afwan Nov, aku sedang honeymoon, gak bisa diganggu. Ini baru pulang dari Gunung Sindur, biasa pengantin baru ada aja maunya.”
“Ih resek,” cubit Novi di pipi Ica.
“Makanya cepat nikah dong, Si Aa mau dikemanain teh?” gantian Ica yang menyubit pipi Novi.
“Si Aa siapa?” Novi balik menginjak kaki Ica.
“Aa Aa A… Ada dehhh,” canda Ica yang membuat Novi memunculkan senyuman manisnya.
Rangga lega, walau sedikit menyesal karena telat melamar. Akan tetapi, sebagai pria berpikiran dewasa, ia ikhlas karena Allah pasti memberi yang terbaik jika hambanya bertakwa. Begitulah Islam mengajarkan. Semua orang kini menyami Ica dan sang pacar.
Lalu bagaimana nasib Leni? Dengkul Leni langsung lemas, kemudian ia tergeletak pingsan karena shock. Sang pujaan ternyata sudah sah menjadi milik Ica. Keburukan dibalas kebaikan, sekarang giliran Ica yang sibuk mengurusi Leni agar cepat siuman.(PZ)
12/23/11
Wanita Bekerja Dalam Pandangan Islam
Sebagian kaum Muslim banyak yang menganggap bahwa kaum wanita tidak pantas bekerja di luar rumah, apalagi kondisi sosial masyarakat saat ini sangat melecehkan martabat kaum wanita. Sebagian lainnya menganggap bahwa wanita bebas untuk bekerja, malah karena kondisi ekonomi yang amat berat maka kaum wanita pun harus bekerja. Bagaimana pandangan Islam terhadap persoalan ini?
Dewasa ini semakin banyak wanita yang melakukan aktivitas di luar rumah untuk bekerja. Ada yang berdalih untuk mencari nafkah, mengejar kesenangan, menjaga gengsi, memperoleh status sosial di masyarakat, sampai alasan dalam rangka emansipasi. Yang mengherankan adalah keluhan para wanita tatkala di tengah-tengah pekerjaan yang digelutinya itu menghadapi perlakuan yang tidak layak, seperti tidak diperolehnya cuti hamil atau cuti melahirkan yang terlalu singkat, shift lembur terutama shift malam, pelecehan seksual, sampai upah yang tidak adil (tidak sama) dengan pekerja laki-laki meskipun jenis pekerjaannya sama.
Allah Swt telah menciptakan laki-laki dan wanita sama saja dilihat dari sisi bahwa mereka berdua adalah sama-sama manusia, tidak berbeda antara satu jenis dengan jenis lainnya. Keduanya dikaruniai potensi hidup yang sama, seperti kebutuhan jasmani (hajatul ‘udhuwiyah), naluri (ghara’iz), dan juga akal. Begitu pula Allah telah memberikan beban hukum yang sama, tidak membedakan antara laki-laki dan wanita, khususnya hukum-hukum yang ditujukan untuk manusia secara umum. Misalnya saja dibebankannya kewajiban shalat, zakat, shaum di bulan Ramadhan, haji, menuntut ilmu, mengemban dakwah, menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dan lain-lain. Semua itu dibebankan kepada laki-laki maupun wanita tanpa ada perbedaan. Seluruh kewajiban itu diberikan kepada manusia seluruhnya, semata-mata karena kedua jenis itu adalah sama-sama manusia, tanpa melihat apakah seseorang itu laki-laki atau wanita.
Meskipun demikian di dalam ajaran dan syariat Islam terdapat beberapa pengecualian, yang tampak pada perbedaan perlakuan hukum. Unsur perbedaan ini amat menonjol karena tidak lagi melihat sisi-sisi insaniyah (kemanusiaan) yang sama, melainkan sudah menyentuh kekhususan yang dimiliki laki-laki tetapi tidak dimiliki wanita, atau dimiliki wanita tetapi tidak dimiliki laki-laki. Dalam perkara seperti ini pasti terdapat perbedaan antara laki-laki dan wanita.
Misalnya saja kewajiban mencari nafkah (bekerja) yang hanya dibebankan kepada laki-laki dan hukumnya wajib bagi mereka, sementara bagi wanita tidak diwajibkan, karena hal ini berkaitan dengan fungsi laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Islam telah menetapkan bahwa kepala rumah tangga adalah tugas pokok dan tanggung jawab laki-laki. Dengan demikian wanita tidak terbebani tugas (kewajiban) mencari nafkah, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya. Wanita justru berhak mendapatkan nafkah dari suaminya (bila wanita tersebut telah menikah) atau dari walinya (bila belum menikah). Firman Allah Swt:
Dan kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik. (QS. Al Baqarah: 233)
Tempatkanlah mereka (para isteri) di tempat kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu. (QS. At Thalaq: 6)
Jika sudah tidak ada lagi orang yang bertanggung jawab terhadap nafkahnya, maka dalam kondisi seperti ini Islam telah memberikan jalan lain untuk menjamin kesejahteraannya, yakni dengan membebankan tanggung jawab nafkah wanita tersebut kepada negara (Baitul Mal). Bukan dengan jalan mewajibkan wanita bekerja.
Kalau begitu, bolehkah wanita bekerja? Dan masih perlukah ia mencari nafkah dengan bekerja? Sekalipun wanita telah dijamin nafkahnya melalui pihak lain (suami atau wali), bukan berarti Islam melarang wanita bekerja. Islam membolehkan wanita untuk memiliki harta sendiri. Wanitapun boleh berusaha mengembangkan hartanya agar semakin bertambah. Allah Swt berfirman:
Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. (QS. An Nisa: 32)
Hanya saja wanita harus tetap terikat dengan ketentuan Allah (hukum syara) yang lainnya ketika ia bekerja. Artinya, wanita tidak boleh menghalalkan segala cara dan tidak peduli dengan kondisi/suasana pekerjaannya. Wanita juga tidak boleh meninggalkan kewajiban lainnya yang dibebankan kepadanya dengan alasan waktunya sudah habis untuk bekerja atau ia lelah bekerja sehingga tak mampu lagi mengerjakan perbuatan wajibnya yang lain itu. Justru wanita harus lebih memprioritaskan pelaksanaan seluruh kewajiannya dari pada bekerja., karena hukum bekerja adalah mubah baginya. Dengan hukum ini, wanita boleh bekerja dan boleh juga tidak.
Apabila seorang muslim/muslimah mendahulukan perbuatan yang mubah dan mengabaikan perbuatan yang wajib, berarti ia telah berbuat maksiat terhadap Allah. Oleh karena itu, tidak layak bagi seorang muslimah mendahulukan bekerja yang hukumnya mubah, sementara ia melalaikan tugas pokoknya sebagai ibu/pengatur rumah tangga yang hukumnya wajib. Juga tidak layak baginya bekerja, sementara ia melalaikan kewajiban-kewajibannya yang lain, seperti mengenakan jilbab ketika keluar rumah, shalat lima waktu di tengah-tengah waktu kerja dan lain lain.
Perlu disadari bahwa, ketika Allah Swt menjadikan tugas pokok sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, Dia juga telah menetapkan seperangkat syariat agar tugas pokok ini terlaksana dengan baik. Terlaksananya tugas ini akan menjamin lestarinya dan bekualitasnya generasi manusia serta terwujudnya ketenangan hidup individu dalam keluarganya. Sebaliknya, bila tugas pokok kaum wanita ini tidak terlaksana dengan baik, tentu akan mengakibatkan punahnya generasi manusia dan kacaunya kehidupan keluarga.
Seperangkat syariat yang menjamin terlaksananya tugas pokok wanita ini, ada yang berupa rincian hak dan kewajiban bagi wanita (seperti, wajib memelihara kehidupan janin yang dikandungnya, haram menggugurkannya kecuali alasan syar’i, wajib mengasuh bayinya, menyusui bayinya sampai dua tahun atau sampai waktu tertentu).
Ada pula berupa keringanan untuk bagi wanita untuk melaksanakan kewajiban lain (seperti, tidak wajib shalat selama waktu haid atau nifas, boleh tidak shaum pada bulan Ramadhan ketika haid, nifas,hamil dan menyusui). Kemudian ada pula yang berupa hak dari pihak lain (seperti, nafkah dari suami/wali). Semua ini bisa terlaksana apabila terjadi kerjasama (ta’awwun) yang baik antara laki-laki dan wanita dalam menjalani kehidupan ini, baik dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat.
Dengan demikian tidak perlu dipertentangkan antara fungsi reproduksi wanita dengan produktivitasnya dalam bekerja. Karena semua itu tergantung pada prioritas peran yang dijalaninya. Munculnya pertentangan karena tidak adanya penetapan prioritas tersebut.
Usaha manusia untuk memperoleh harta ataupun jasa untuk mencukupi kebutuhan hidupnya adalah sesuatu hal yang fitri. Pemenuhan kebutuhan manusia merupakan suatu keharusan yang tidak mungkin dipisahkan dari dirinya. Namun, manusia tidak boleh dibiarkan begitu saja menentukan sendiri bagaimana cara memperoleh kekayaan tersebut, sebab, bisa jadi manusia akan berbuat sekehendak hatinya tanpa mempedulikan hak orang lain. Dan bila ini terjadi, dapat menyebabkan gejolak dan kekacauan di tengah-tengah masyarakat.
Bahkan bisa menyebabkan kerusakan dan nestapa. Padahal semua manusia memiliki hak untuk menikmati seluruh kekayaan yang telah diciptakan Allah di bumi ini. Oleh karena itu Allah telah menetapkan beberapa cara yang dibolehkan dalam memperoleh harta/kekayaan. Antara lain dengan bekerja. Hukum ini berlaku secara umum, baik bagi laki-laki maupun wanita, karena wanita tidak dilarang untuk memiliki dan mengembangkan harta.
Bekerja itu sendiri memiliki wujud yang luas, dan jenisnyapun bermacam-macam, bentuknya beragam dan hasilnya berbeda-beda, maka Allah Swt-pun telah menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang layak untuk dijadikan sebab-sebab kepemilikan harta. Salah satu diantaranya adalah ijarah (kontrak tenaga kerja). Apabila kita telaah secara mendalam hukum-hukum yang berkaitan dengan ijarah, akan kita temukan sifatnya yang umum, yaitu berlaku baik baik laki-laki juga bagi wanita. Seorang wanita boleh manjalankan aqad ijarah, baik ia sebagai ajîr (orang yang diupah) ataupun musta’jir (orang yang memberi upah).
Transaksi ijarah hanya boleh dilakukan terhadap pekerjaan yang halal bagi setiap muslim dan tidak diperbolehkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang diharamkan. Oleh karena itu transaksi ijarah boleh dilakukan dalam bidang perdagangan, pertanian, industri, pengajaran, sektor jasa dan lain-lain. Demikian pula pekerjaan lain seperti menggali sumber alam, mebuat pondasi bangunan, mengemudikan mobil, kereta, kapal, pesawat, mencetak dan menerbitkan buku, surat kabar dan majalah, menjahit baju, semua itu termasuk kategori ijarah.
Semua bentuk pekerjaan itu boleh dilakukan oleh kaum wanita sebagaimana dibolehkannya bagi laki-laki, karena bentuk pekerjaan itu memang boleh dan dihalalkan. Meskipun demikian wanita tetap harus memperhatikan beberapa hukum lain yang harus diikutinya tatkala ia memutuskan untuk bekerja, sehingga memastikan bahwa seluruh bentuk pekerjaan yang dilakukannya tidak ada yang melanggar ketentuan Allah Swt (hukum syara).
Ketika seorang wanita bekerja, selain harus menentukan jenis pekerjaan yang akan dijalankannya itu dihalalkan secara syar’i, ia juga harus memastikan bahwa suasana bekerja harus sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Jika dalam pekerjaannya itu seorang wanita berkumpul atau berjumpa dan berinteraksi dengan kaum laki-laki, maka seorang wanita harus terikat dengan ketentuan syara yang berhubungan dengan interaksi antara laki-laki dan wanita dalam kehidupan umum.
Ia tidak dapat begitu saja bercampur baur dengan kaum laki-laki. Sehingga ia harus memahami bahwa interaksi antara laki-laki dan wanita itu dalam kehidupan umum (ternmasuk dalam bekerja) tidak lain adalah untuk saling tolong menolong (ta’awun). Interaksi antara wanita dan laki-laki tatkala bekerja harus dijauhkan dari pemikiran dan hubungan jinsiyah (seksual), sehingga bentuk pekrjaan maupuin suasana bekerjapun bukan dalam kerangka eksploitasi kewanitaan (kecantikan, bentuk tubuh, kelemahlembutan dan lain-lain) untuk menarik perhatian lawan jenis. Jenis pekerjaan wanita itu harus dilandasi pada keterampilan atau keahlian yang dimilikinya.
Pengaturan interaksi ini merupakan tindakan prevenif agar tidak terjadi tindak pelecehan seksual pada wanita saat ia bekerja. Dengan demikian Islam sejak awal telah menjaga kehormatan wanita tatkala melakukan interaksi di tengah-tengah masyarakat, termasuk ketika ia bekerja.
Adapun mekanisme interaksi laki-laki dan wanita, Islam menetapkannya dalam seperangkat hukum, antara lain:
1. Diperintahkan kepada laki-laki dan wanita untuk menjaga/menundukkan pandangannya, yaitu:
Pertama, menahan diri dari melihat lawan jenisnya disertai dengan syahwat, sekalipun yang dilihat itu bukan auratnya. Misalnya melihat wajah disertai dengan syahwat, dan sebagainya.
Kedua, menahan diri dari melihat aurat lawan jenis sekalipun tidak disertai dengan syahwat. Misalnya melihat rambut wanita, sebagaimana firman Allah Swt:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. (TQS. an-Nur [24]: 31)
2. Diperintahkan kepada wanita untuk mengenakan pakaian sempurna ketika keluar rumah (termasuk ketika bekerja di luar rumahnya) yaitu dengan jilbab dan kerudung, sebagaimana firman Allah Swt:
Dan hendaklah mereka menutupkan khimar (kain kerudung) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya. (TQS. an-Nur [24]: 31)
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka’. (TQS. at-Taubah [9]: 59)
Yang dimaksud dengan khimar adalah kain yang menutup rambut hingga menutup dada. Sedang jilbab adalah pakaian yang dipakai rangkap diatas pakaian dalam rumah yang menjulur dari atas hingga ke bawah (telapak kaki).
3. Dilarang berkhalwat antara laki-laki dan wanita, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Tidak boleh berkhalwat antara laki-laki dan wanita, kecuali bersama wanita tadi ada mahram.
4. Dilarang bagi wanita bertabarruj (menonjolkan kecantikan dan perhiasan untuk menarik perhatian laki-laki yang bukan mahramnya).
Dan janganlah mereka (para wanita) menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. (QS. An Nur: 31)
Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin lagi, tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (jilbab/pakaian luar) mereka dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. (QS. An Nur: 60)
Sabda Rasulullah saw:
Barang siapa seorang wanita yang memakai wangi-wangian, kemudian lewat di depan kaum laki-laki, sehingga tercium bau wanginya, maka dia seperti pezina (dosanya seperti pezina).
5. Dilarang bagi wanita untuk melibatkan diri dalam aktivitas yang dimaksudkan untuk mengeksploitasi kewanitaannya. Misalnya, pramugari, foto model, bintang film, penari, dan sebagainya. Alasannya, jelas itu semua mengumbar aurat.
6. Dilarang bagi wanita untuk melakukan perjalanan (safar) sehari semalam tanpa mahram. Sabda Nabi saw:
Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk melakukan perjalanan sehari semalam kecuali bersamanya ada mahram.
7. Dilarang bagi wanita bekerja di tempat yang terjadi ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan wanita..
Demikianlah Islam telah mengatur sistem interaksi laki-laki dan wanita. Semua itu ditetapkan oleh Islam, tidak lain untuk menjaga izzah (kehormatan) wanita dan menjaga sifat iffah (kesucian) kaum Muslim.
Dewasa ini semakin banyak wanita yang melakukan aktivitas di luar rumah untuk bekerja. Ada yang berdalih untuk mencari nafkah, mengejar kesenangan, menjaga gengsi, memperoleh status sosial di masyarakat, sampai alasan dalam rangka emansipasi. Yang mengherankan adalah keluhan para wanita tatkala di tengah-tengah pekerjaan yang digelutinya itu menghadapi perlakuan yang tidak layak, seperti tidak diperolehnya cuti hamil atau cuti melahirkan yang terlalu singkat, shift lembur terutama shift malam, pelecehan seksual, sampai upah yang tidak adil (tidak sama) dengan pekerja laki-laki meskipun jenis pekerjaannya sama.
Allah Swt telah menciptakan laki-laki dan wanita sama saja dilihat dari sisi bahwa mereka berdua adalah sama-sama manusia, tidak berbeda antara satu jenis dengan jenis lainnya. Keduanya dikaruniai potensi hidup yang sama, seperti kebutuhan jasmani (hajatul ‘udhuwiyah), naluri (ghara’iz), dan juga akal. Begitu pula Allah telah memberikan beban hukum yang sama, tidak membedakan antara laki-laki dan wanita, khususnya hukum-hukum yang ditujukan untuk manusia secara umum. Misalnya saja dibebankannya kewajiban shalat, zakat, shaum di bulan Ramadhan, haji, menuntut ilmu, mengemban dakwah, menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dan lain-lain. Semua itu dibebankan kepada laki-laki maupun wanita tanpa ada perbedaan. Seluruh kewajiban itu diberikan kepada manusia seluruhnya, semata-mata karena kedua jenis itu adalah sama-sama manusia, tanpa melihat apakah seseorang itu laki-laki atau wanita.
Meskipun demikian di dalam ajaran dan syariat Islam terdapat beberapa pengecualian, yang tampak pada perbedaan perlakuan hukum. Unsur perbedaan ini amat menonjol karena tidak lagi melihat sisi-sisi insaniyah (kemanusiaan) yang sama, melainkan sudah menyentuh kekhususan yang dimiliki laki-laki tetapi tidak dimiliki wanita, atau dimiliki wanita tetapi tidak dimiliki laki-laki. Dalam perkara seperti ini pasti terdapat perbedaan antara laki-laki dan wanita.
Misalnya saja kewajiban mencari nafkah (bekerja) yang hanya dibebankan kepada laki-laki dan hukumnya wajib bagi mereka, sementara bagi wanita tidak diwajibkan, karena hal ini berkaitan dengan fungsi laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Islam telah menetapkan bahwa kepala rumah tangga adalah tugas pokok dan tanggung jawab laki-laki. Dengan demikian wanita tidak terbebani tugas (kewajiban) mencari nafkah, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya. Wanita justru berhak mendapatkan nafkah dari suaminya (bila wanita tersebut telah menikah) atau dari walinya (bila belum menikah). Firman Allah Swt:
Dan kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik. (QS. Al Baqarah: 233)
Tempatkanlah mereka (para isteri) di tempat kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu. (QS. At Thalaq: 6)
Jika sudah tidak ada lagi orang yang bertanggung jawab terhadap nafkahnya, maka dalam kondisi seperti ini Islam telah memberikan jalan lain untuk menjamin kesejahteraannya, yakni dengan membebankan tanggung jawab nafkah wanita tersebut kepada negara (Baitul Mal). Bukan dengan jalan mewajibkan wanita bekerja.
Kalau begitu, bolehkah wanita bekerja? Dan masih perlukah ia mencari nafkah dengan bekerja? Sekalipun wanita telah dijamin nafkahnya melalui pihak lain (suami atau wali), bukan berarti Islam melarang wanita bekerja. Islam membolehkan wanita untuk memiliki harta sendiri. Wanitapun boleh berusaha mengembangkan hartanya agar semakin bertambah. Allah Swt berfirman:
Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. (QS. An Nisa: 32)
Hanya saja wanita harus tetap terikat dengan ketentuan Allah (hukum syara) yang lainnya ketika ia bekerja. Artinya, wanita tidak boleh menghalalkan segala cara dan tidak peduli dengan kondisi/suasana pekerjaannya. Wanita juga tidak boleh meninggalkan kewajiban lainnya yang dibebankan kepadanya dengan alasan waktunya sudah habis untuk bekerja atau ia lelah bekerja sehingga tak mampu lagi mengerjakan perbuatan wajibnya yang lain itu. Justru wanita harus lebih memprioritaskan pelaksanaan seluruh kewajiannya dari pada bekerja., karena hukum bekerja adalah mubah baginya. Dengan hukum ini, wanita boleh bekerja dan boleh juga tidak.
Apabila seorang muslim/muslimah mendahulukan perbuatan yang mubah dan mengabaikan perbuatan yang wajib, berarti ia telah berbuat maksiat terhadap Allah. Oleh karena itu, tidak layak bagi seorang muslimah mendahulukan bekerja yang hukumnya mubah, sementara ia melalaikan tugas pokoknya sebagai ibu/pengatur rumah tangga yang hukumnya wajib. Juga tidak layak baginya bekerja, sementara ia melalaikan kewajiban-kewajibannya yang lain, seperti mengenakan jilbab ketika keluar rumah, shalat lima waktu di tengah-tengah waktu kerja dan lain lain.
Perlu disadari bahwa, ketika Allah Swt menjadikan tugas pokok sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, Dia juga telah menetapkan seperangkat syariat agar tugas pokok ini terlaksana dengan baik. Terlaksananya tugas ini akan menjamin lestarinya dan bekualitasnya generasi manusia serta terwujudnya ketenangan hidup individu dalam keluarganya. Sebaliknya, bila tugas pokok kaum wanita ini tidak terlaksana dengan baik, tentu akan mengakibatkan punahnya generasi manusia dan kacaunya kehidupan keluarga.
Seperangkat syariat yang menjamin terlaksananya tugas pokok wanita ini, ada yang berupa rincian hak dan kewajiban bagi wanita (seperti, wajib memelihara kehidupan janin yang dikandungnya, haram menggugurkannya kecuali alasan syar’i, wajib mengasuh bayinya, menyusui bayinya sampai dua tahun atau sampai waktu tertentu).
Ada pula berupa keringanan untuk bagi wanita untuk melaksanakan kewajiban lain (seperti, tidak wajib shalat selama waktu haid atau nifas, boleh tidak shaum pada bulan Ramadhan ketika haid, nifas,hamil dan menyusui). Kemudian ada pula yang berupa hak dari pihak lain (seperti, nafkah dari suami/wali). Semua ini bisa terlaksana apabila terjadi kerjasama (ta’awwun) yang baik antara laki-laki dan wanita dalam menjalani kehidupan ini, baik dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat.
Dengan demikian tidak perlu dipertentangkan antara fungsi reproduksi wanita dengan produktivitasnya dalam bekerja. Karena semua itu tergantung pada prioritas peran yang dijalaninya. Munculnya pertentangan karena tidak adanya penetapan prioritas tersebut.
Usaha manusia untuk memperoleh harta ataupun jasa untuk mencukupi kebutuhan hidupnya adalah sesuatu hal yang fitri. Pemenuhan kebutuhan manusia merupakan suatu keharusan yang tidak mungkin dipisahkan dari dirinya. Namun, manusia tidak boleh dibiarkan begitu saja menentukan sendiri bagaimana cara memperoleh kekayaan tersebut, sebab, bisa jadi manusia akan berbuat sekehendak hatinya tanpa mempedulikan hak orang lain. Dan bila ini terjadi, dapat menyebabkan gejolak dan kekacauan di tengah-tengah masyarakat.
Bahkan bisa menyebabkan kerusakan dan nestapa. Padahal semua manusia memiliki hak untuk menikmati seluruh kekayaan yang telah diciptakan Allah di bumi ini. Oleh karena itu Allah telah menetapkan beberapa cara yang dibolehkan dalam memperoleh harta/kekayaan. Antara lain dengan bekerja. Hukum ini berlaku secara umum, baik bagi laki-laki maupun wanita, karena wanita tidak dilarang untuk memiliki dan mengembangkan harta.
Bekerja itu sendiri memiliki wujud yang luas, dan jenisnyapun bermacam-macam, bentuknya beragam dan hasilnya berbeda-beda, maka Allah Swt-pun telah menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang layak untuk dijadikan sebab-sebab kepemilikan harta. Salah satu diantaranya adalah ijarah (kontrak tenaga kerja). Apabila kita telaah secara mendalam hukum-hukum yang berkaitan dengan ijarah, akan kita temukan sifatnya yang umum, yaitu berlaku baik baik laki-laki juga bagi wanita. Seorang wanita boleh manjalankan aqad ijarah, baik ia sebagai ajîr (orang yang diupah) ataupun musta’jir (orang yang memberi upah).
Transaksi ijarah hanya boleh dilakukan terhadap pekerjaan yang halal bagi setiap muslim dan tidak diperbolehkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang diharamkan. Oleh karena itu transaksi ijarah boleh dilakukan dalam bidang perdagangan, pertanian, industri, pengajaran, sektor jasa dan lain-lain. Demikian pula pekerjaan lain seperti menggali sumber alam, mebuat pondasi bangunan, mengemudikan mobil, kereta, kapal, pesawat, mencetak dan menerbitkan buku, surat kabar dan majalah, menjahit baju, semua itu termasuk kategori ijarah.
Semua bentuk pekerjaan itu boleh dilakukan oleh kaum wanita sebagaimana dibolehkannya bagi laki-laki, karena bentuk pekerjaan itu memang boleh dan dihalalkan. Meskipun demikian wanita tetap harus memperhatikan beberapa hukum lain yang harus diikutinya tatkala ia memutuskan untuk bekerja, sehingga memastikan bahwa seluruh bentuk pekerjaan yang dilakukannya tidak ada yang melanggar ketentuan Allah Swt (hukum syara).
Ketika seorang wanita bekerja, selain harus menentukan jenis pekerjaan yang akan dijalankannya itu dihalalkan secara syar’i, ia juga harus memastikan bahwa suasana bekerja harus sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Jika dalam pekerjaannya itu seorang wanita berkumpul atau berjumpa dan berinteraksi dengan kaum laki-laki, maka seorang wanita harus terikat dengan ketentuan syara yang berhubungan dengan interaksi antara laki-laki dan wanita dalam kehidupan umum.
Ia tidak dapat begitu saja bercampur baur dengan kaum laki-laki. Sehingga ia harus memahami bahwa interaksi antara laki-laki dan wanita itu dalam kehidupan umum (ternmasuk dalam bekerja) tidak lain adalah untuk saling tolong menolong (ta’awun). Interaksi antara wanita dan laki-laki tatkala bekerja harus dijauhkan dari pemikiran dan hubungan jinsiyah (seksual), sehingga bentuk pekrjaan maupuin suasana bekerjapun bukan dalam kerangka eksploitasi kewanitaan (kecantikan, bentuk tubuh, kelemahlembutan dan lain-lain) untuk menarik perhatian lawan jenis. Jenis pekerjaan wanita itu harus dilandasi pada keterampilan atau keahlian yang dimilikinya.
Pengaturan interaksi ini merupakan tindakan prevenif agar tidak terjadi tindak pelecehan seksual pada wanita saat ia bekerja. Dengan demikian Islam sejak awal telah menjaga kehormatan wanita tatkala melakukan interaksi di tengah-tengah masyarakat, termasuk ketika ia bekerja.
Adapun mekanisme interaksi laki-laki dan wanita, Islam menetapkannya dalam seperangkat hukum, antara lain:
1. Diperintahkan kepada laki-laki dan wanita untuk menjaga/menundukkan pandangannya, yaitu:
Pertama, menahan diri dari melihat lawan jenisnya disertai dengan syahwat, sekalipun yang dilihat itu bukan auratnya. Misalnya melihat wajah disertai dengan syahwat, dan sebagainya.
Kedua, menahan diri dari melihat aurat lawan jenis sekalipun tidak disertai dengan syahwat. Misalnya melihat rambut wanita, sebagaimana firman Allah Swt:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. (TQS. an-Nur [24]: 31)
2. Diperintahkan kepada wanita untuk mengenakan pakaian sempurna ketika keluar rumah (termasuk ketika bekerja di luar rumahnya) yaitu dengan jilbab dan kerudung, sebagaimana firman Allah Swt:
Dan hendaklah mereka menutupkan khimar (kain kerudung) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya. (TQS. an-Nur [24]: 31)
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka’. (TQS. at-Taubah [9]: 59)
Yang dimaksud dengan khimar adalah kain yang menutup rambut hingga menutup dada. Sedang jilbab adalah pakaian yang dipakai rangkap diatas pakaian dalam rumah yang menjulur dari atas hingga ke bawah (telapak kaki).
3. Dilarang berkhalwat antara laki-laki dan wanita, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Tidak boleh berkhalwat antara laki-laki dan wanita, kecuali bersama wanita tadi ada mahram.
4. Dilarang bagi wanita bertabarruj (menonjolkan kecantikan dan perhiasan untuk menarik perhatian laki-laki yang bukan mahramnya).
Dan janganlah mereka (para wanita) menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. (QS. An Nur: 31)
Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin lagi, tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (jilbab/pakaian luar) mereka dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. (QS. An Nur: 60)
Sabda Rasulullah saw:
Barang siapa seorang wanita yang memakai wangi-wangian, kemudian lewat di depan kaum laki-laki, sehingga tercium bau wanginya, maka dia seperti pezina (dosanya seperti pezina).
5. Dilarang bagi wanita untuk melibatkan diri dalam aktivitas yang dimaksudkan untuk mengeksploitasi kewanitaannya. Misalnya, pramugari, foto model, bintang film, penari, dan sebagainya. Alasannya, jelas itu semua mengumbar aurat.
6. Dilarang bagi wanita untuk melakukan perjalanan (safar) sehari semalam tanpa mahram. Sabda Nabi saw:
Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk melakukan perjalanan sehari semalam kecuali bersamanya ada mahram.
7. Dilarang bagi wanita bekerja di tempat yang terjadi ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan wanita..
Demikianlah Islam telah mengatur sistem interaksi laki-laki dan wanita. Semua itu ditetapkan oleh Islam, tidak lain untuk menjaga izzah (kehormatan) wanita dan menjaga sifat iffah (kesucian) kaum Muslim.
Subscribe to:
Posts (Atom)