Allah SWT dalam al-Qur’an surah Ali Imran ayat 110 menyebut umat Islam sebagai sebaik-baik umat (khayru al-ummah) di antara sekian banyak kelompok masyarakat yang ada di dunia. “Kalian adalah khayru ummah yang diturunkan di tengah-tengah manusia….”. Akan tetapi, dengan pengamatan sesaat, nyatalah bahwa umat Islam saat ini bukanlah umat yang terbaik. Umat Islam mengalami kemunduran luar biasa di segala lapangan kehidupan baik di bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, politik maupun sains dan teknologi. Yang tampak kini hanyalah sisa-sisa kejayaan Islam di masa lalu.
Secara fisik, setelah runtuhnya kekhilafahan Utsmani pada tahun 1924, wilayah Islam yang dulu terbentang sangat luas, mencakup seluruh jazirah Arab, Afrika bagian Utara, sebagian Eropa, Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Selatan, kini terpecah-pecah menjadi negara kecil-kecil. Secara intelektual, umat Islam mengalami apa yang disebut oleh Dr. M. Amien Rais (Cakrawala Islam, 1991) sebagai westoxciation (peracunan Barat). Untuk kurun waktu yang cukup lama, umat Islam secara sengaja dipisahkan dari ajaran Islam oleh para penjajah. Dalam proses alienasi umat Islam dari ajaran agamanya, peracunan Barat semakin gencar berlangsung. Secara intelektual umat Islam menjadi sangat lemah, dan karenanya bukan saja tidak mampu mengkanter sesat pikir Barat, tapi juga tidak mampu melakukan dialog intelektual secara seimbang. Impotensi intelektual ini jelas bermuara pada kemunduran total di bidang politik yang terjadi semenjak runtuhnya daulah khilafah Utsmani tadi.
Setelah runtuhnya payung dunia Islam itu, bertubi-bertubi umat Islam didera berbagai persoalan. Di dunia internasional, kita menyaksikan saudara-saudara kita di Palestina masih harus terus hidup dalam penderitaan. Kendati telah berdamai dengan PLO, tapi kekejaman zionis Israel terhadap penduduk Palestina tidaklah berkurang. Mereka tidak segan tetap membantai dan mengusir penduduk di sana untuk meluaskan pemukiman Yahudi. Bukan hanya di Palestina, penderitaan juga dialami oleh kaum muslimin di berbagai belahan dunia lain seperti di Bosnia, Kosovo, Chechnya, Dagestan, Jammu Khasmir, Pattani – Muang Thai dan Moro – Philipina. Sementara di dalam negeri, kondisi umat Islam Indonesia juga tidak kalah memprihatinkan. Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, lebih dari 100 juta penduduk jatuh ke jurang kemiskinan, 40 juta-an menganggur, jutaan anak-anak harus putus sekolah, dan jutaan lagi mengalami malnutrisi. Sementara, kriminalitas meningkat di mana-mana. Ditambah dengan kebrengsekan pemerintahan yang ada, membuat hidup terasa sangat menyesakkan. Dan bagian terbesar dari mereka yang saat ini tengah menderita tentu saja adalah juga umat Islam.
Kenyataan di atas makin menegaskan, umat Islam memang dalam keadaan amat mundur. Serta, keadaannya kurang lebih sama dengan sinyalemen Rasulullah 14 abad yang lalu dalam hadits riwayat Imam Ahmad: umat yang jumlahnya lebih dari 1,2 milyar dicabik-cabik bagai makanan oleh orang-orang rakus tanpa rasa takut. Katanya, “Akan datang di satu masa, dimana kalian dikerumuni dari berbagai arah, bagaikan segerombolan orang-orang rakus yang berkerumun berebut di sekitar hidangan. Diantara para sahabat ada yang bertanya keheranan: “Apakah karena di waktu itu kita berjumlah sedikit, ya Rasulallah? Rasul menjawab: “Bukan, bahkan jumlah kalian pada waktu itu banyak. Akan tetapi kalian laksana buih terapung-apung. Pada waktu itu rasa takut di hati lawanmu telah dicabut oleh Allah, dan dalam jiwamu tertanam penyakit al-wahnu” “Apa itu al-wahnu?”, tanya sahabat. Jawab Rasulullah: “Cinta yang berlebih-lebihan terhadap dunia dan takut yang berlebih-lebihan terhadap mati”.
Semua itu berpangkal pada satu hal: tiadanya kehidupan Islam dimana didalamnya diterapkan syariat Islam di semua sendi kehidupan. Karenanya, menegakkan kembali kehidupan Islam melalui Khilafah Islamiyyah inilah yang sesungguhnya merupakan problematika utama umat Islam (qadhiyatu al-muslimin al-mashiriah). Intinya bagaimana memberlakukan kembali hukum-hukum Allah (I’adatu al-hukmi bi ma anzalallah) secara utuh. Diyakini, hanya melalui jalan itu saja segenap problematika kontemporer umat dapat diatasi dengan cara yang jelas, serta kemuliaan Islam dan umatnya (izzu al-Islam wa al-muslimin) dapat diraih kembali.
Umat Mundur, Mengapa?
Mengapa umat Islam, yang dikatakan Allah sebagai sebaik-baik umat, berada dalam keadaan yang demikian menyedihkan? Syekh Amir Syakib Arsalan dalam kitabnya Limadza Ta’akhara al-Muslimun wa Taqaddama Ghayruhum, melihat ada dua faktor utama, yakni faktor eksternal atau yang datang dari luar umat, dan faktor internal atau yang datang dari dalam diri umat Islam.
Pertama, yang dimaksud faktor eksternal penyebab kemunduran umat adalah gencarnya serangan dari luar umat. Musuh-musuh Islam, yakni orang yang tidak menyukai kebenaran Islam tegak di muka bumi, senantiasa mencabik-cabik persatuan umat, dijauhkannya umat Islam dari agamanya, dibuatnya umat Islam lebih terikat kepada suku atau bangsanya sendiri ketimbang terhadap Islam. Langkah ini ditempuh mereka dengan menyebarkan pemikiran (fikrah) sekularisme ke tengah umat Islam secara samar atau terang-terangan, dengan lidah mereka atau lidah tokoh umat Islam. Akibatnya, umat Islam mengalami keterasingan (alienasi) terhadap agamanya sendiri, dan kendati umat Islam dalam berbagai negara kini telah merdeka, lepas dari belenggu penjajahan, tapi pemikirannya tetaplah terjajah.
Penjajahan (isti’mar) atau imperialisme, yakni penguasaan atau pengendalian di bidang politik, ekonomi, militer dan kebudayaan, menurut Syekh Abu Yusuf dalam kitab Mafahim Siyasiyah adalah metode (thariqah) yang ditempuh negara kapitalis untuk menyebarkan ideologinya, yakni sekularisme tadi. Paham semacam inilah yang kini tengah dan hendak terus disebarkan ke seluruh dunia, termasuk ke negeri-negeri muslim. Tujuannya, bila orang telah mengikuti pahamnya tentu dengan mudah dikuasai dan pada akhirnya segala kepentingan negara penguasa dengan mudah pula dapat diujudkan. Inilah hakekat al-ghazwu al-fikriy (perang pemikiran) yang menyebarkan racun sesat pikir Barat melengkapi perang militer (al-ghazwu al-‘askary).
Kedua, faktor internal. Inti dari faktor internal penyebab kemunduran umat, menurut Syaqib Arsalan, adalah kenyataan bahwa banyak umat Islam yang justru telah meninggalkan ajaran Islam. Kemunduran pemahaman umat terhadap agama Islam itu timbul terutama setelah umat tidak lagi dibina keislamannya secara praktis semenjak tidak adanya kehidupan Islam. Akibatnya, tidak sedikit diantara kaum muslimin yang, jangankan mengamalkan dan memperjuangkan, memahami ajaran Islam pun mungkin tidak. Ia muslim, tapi tak ada bedanya dengan orang non muslim, karena kemuslimannya tidak tampak dalam cara hidupnya sehari-hari. Atau banyak pula umat yang melaksanakan ajaran Islam tapi cuma sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain. Melaksanakan ibadah dan meninggalkan masalah muamalah. Umat Islam memang banyak telah terpengaruh pemikiran sekular.
Apa itu sekularisme? Menurut Muhammad Qutb (Ancaman Sekularisme, 1986), sekularisme diartikan sebagai iqomatu al-hayati ‘ala asasin ghayru mina al-dini (membangun struktur kehidupan di atas landasan selain al-Islam). Bila Islam tidak lagi dijadikan sebagai landasan penataan kehidupan masyarakat, maka sebagai gantinya muncullah asas-asas lain yang mengatur berbagai bidang kehidupan umat. Yakni kapitalisme di bidang ekonomi, westernisme dengan inti permisivisme di bidang budaya yang memunculkan demoralisasi sebagaimana tampak pada dunia hiburan, fashion dan pergaulan; nasionalisme di bidang politik dan sinkretisme di bidang agama. Tatanan ekonomi yang kapitalistik memang memberikan kemajuan material, tapi tak urung mengundang sejumlah persoalan yang sangat serius, yakni kesenjangan sosial, kehidupan materialistik dan yang utama adalah proses dehumanisasi dimana manusia telah menjadi penghamba materi dengan uang sebagai orientasi utama kehidupannya. Kehidupan semacam ini tentu saja bertentangan dengan visi dan misi utama penciptaan manusia. Sementara paham nasionalisme telah berhasil memecah belah umat yang dulunya satu, menjadi lebih dari 50 negara kecil-kecil dimana masing-masing lebih mengutamakan kepentingan negaranya ketimbang kepentingan umat secara keseluruhan. Walhasil, hilanglah kekuatan umat di pentas percaturan global.
Dakwah Menuju Khilafah !
Jadi, apa yang harus dilakukan? Hanya ada satu cara untuk keluar dari kemelut ini, yakni umat Islam harus bangkit. Tekad itu memang mulai menyebar ke tengah umat semenjak dicanangkannya abad 15 Hijriah sebagai abad kebangkitan Islam. Tapi apa yang disebut bangkit atau kebangkitan, agaknya beragam orang memahaminya. Syekh Taqiyyudin an-Nabhani dalam kitab Nidzamu al-Islam menyatakan bahwa kebangkitan yang hakiki harus dimulai dengan perubahan pemikiran (taghyiru al-afkar) secara mendasar (asasiyan) dan menyeluruh (syamilan) menyangkut pemikiran tentang kehidupan, alam semesta dan manusia, serta hubungan antara kehidupan dunia dengan sebelum dan sesudahnya. Pemikiran yang membentuk pemahaman (mafahim) akan mempengaruhi tingkah laku. Akan terwujud tingkah laku Islamy bila pada diri seorang muslim tertanam pemahaman Islam. Dengan demikian kebangkitan umat Islam adalah kembalinya pemahaman seluruh ajaran Islam ke dalam diri umat dan terselenggaranya pengaturan kehidupan masyarakat dengan cara Islam.
Untuk itu diperlukan dakwah. Dan dakwah di tengah kemunduran umat seperti sekarang ini – akibat tidak adanya kehidupan Islam – menurut Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Manhaj haruslah berupa “dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam” (da’wah li isti’nafi al-hayati al-islamiyyah). Yakni dakwah untuk ‘audatu al-muslimin ila al-‘amal bi jami’I ahkami al-Islam min aqaidin, ibadatin …… bi thariqi iqomati al-khilafah (mendorong umat Islam bagi kembalinya penerapan seluruh hukum-hukum Islam baik menyangkut aqidah, ibadah, makanan minuman, pakaian, akhlaq, uqubat maupun muamalah (sosial, budaya, pendikan, politik dan ekonomi) dengan jalan menegakkan kembali al-khilafah al-islamiyyah.
Dakwah semacam ini harus dilakukan secara berjamaah (jamaiyyan) atau berkelompok. Karena setinggi apapun ilmu dan kapasitas seseorang serta sebanyak apapun aktivitas yang dia lakukan, tidaklah mungkin mampu mencapai tujuan dakwah yang dimaksud bila dakwah dilakukan secara sendirian (fardiyan). Dan jamaah atau kelompok yang dimaksud haruslah bersifat politis (kutlah siyasiy) oleh karena tujuan dakwah, yakni tegaknya kembali kehidupan Islam, adalah tujuan politik. Jamaah atau kelompok yang tidak mengkonsentrasikan dakwahnya di lapangan politik, berarti tidak mengarah pada tujuan dakwah yang dimaksud.
Dari segi individu, dakwah kepada umat bertujuan untuk membentuk seorang muslim yang berkepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah). Yakni seorang yang berpikir dan bertindak secara Islamy. Ia tidak berpikiran kecuali sesuai dengan ajaran Islam, dan tidak bertindak kecuali sesuai dengan syariat Islam. Harus ditanamkan kepada umat pemahaman aqidah yang benar dan kuat beserta segenap konsekuensi dari orang yang telah beraqidah Islam, yakni taat pada syariat (al-Nisaa’ 65/al-Ahzab 33/al-Hasyr 7). Juga, ditanamkan pemahaman atas syariat Islam itu sendiri, agar dengannya ia mengerti apa tujuan hidup ini dan bagaimana cara menjalaninya dengan baik. Misalnya ia harus beribadah secara khusyu’, memilih pakaian yang menutup aurat, makanan yang halal, bergaul secara Islamy serta bermuamalah secara syar’iy. Ia bertindak Islamiy di masjid, demikian juga semestinya ketika berada di kantor, di pasar dan di jalan-jalan. Ia Islamiy ketika shalat, begitu semestinya ketika berdagang dan ketika bergaul dengan orang lain. Lebih jauh lagi, dakwah diharapkan menyadarkan umat bahwa seharusnya masyarakat ini diatur hanya dengan Islam.
Sementara secara komunal, dakwah kepada umat bertujuan agar dari muslim yang berkepribadian Islam tadi terbentuk kekuatan dan dorongan untuk melakukan perubahan masyarakat ke arah Islam hingga terbentuk masyarakat Islam yang diindikasikan dengan diterapkannya syariat Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah. Harus tumbuh kesadaran umum (al-wa’yu al-Islamy) di tengah masyarakat bahwa hanya di bawah naungan Khilafah Islamiyyah sajalah seluruh hukum Islam dapat ditegakkan dan segenap umat dapat disatukan. Dan hanya dengan syariat saja semua problematika umat dapat diselesaikan dengan cara yang benar, saat mana kerahmatan yang dijanjikan Allah akan terujud bukan hanya kepada orang Islam tapi juga buat umat selain Islam karena Islam memang memberikan rahmat bagi sekalian alam.
Sebaliknya, harus diyakinkan bahwa tanpa daulah khilafah tidak akan mungkin ada persatuan umat yang hakiki dan penerapan syariat yang diingini. Sementara, tanpa syariat bagaimana mungkin problematika umat akan dapat teratasi, dan umat Islam mencapai kemuliaannya kembali?
Wallahu’alam bi al-shawab
No comments:
Post a Comment