Assalamu'alaykum ^_^
Teruntuk Siapapun Yang Merindukan Kemuliaan & Kebangkitan ISLAM
Assalamu'alaykum Warahmatullah..
Selamat Datang
Semoga Bermanfaat
Assalamu'alaykum Warahmatullah..
Selamat Datang
Semoga Bermanfaat
11/14/11
Agama Demokrasi
Berikut ini adalah salah satu bab dalam buku Demokrasi; Sesuai dengan Ajaran Islam? Karya Syaikh Abu Muhammad ‘Ashim Al Maqdisiy
Demokrasi adalah agama kafir buatan, dan pemeluknya ada yang berstatus sebagai tuhan yang membuat hukum serta ada yang berstatus sebagai pengikut yang menyembah tuhan-tuhannya itu
Ketahuilah sesungguhnya kata demokrasi ini diambil dari bahasa Yunani bukan dari bahasa Arab. Kata ini merupakan ringkasan dari gabungan dua kata: demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti hukum atau kekuasaan atau wewenang membuat aturan (tasyri'). Jadi terjemahan harfiah dari kata demokrasi adalah: Hukum rakyat atau kekuasaan rakyat. Dan makna itu merupakan makna demokrasi yang paling esensial menurut para pengusungnya.
Karena makna inilah mereka selalu bangga dengan memujinya, padahal makna ini (hukum, tasyri' dan kekuasaan rakyat) wahai saudaraku muwahhid, pada waktu yang bersamaan merupakan salah satu dari sekian ciri khusus kekafiran, kemusyrikan serta kebatilan yang sangat bertentangan dan berseberangan dengan dinul Islam dan millatut tauhid, karena engkau telah mengetahui bahwa inti dari segala inti yang karenanya Allah menciptakan makhluk-Nya, dan menurunkan kitab-kitab-Nya serta mengutus rasul-rasul-Nya, dan yang merupakan ikatan yang paling agung di dalam Islam ini, yaitu adalah tauhidul ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala saja dan menjauhi ibadah kepada selain-Nya. Dan karena sesungguhnya taat dalam tasyri' merupakan bagian dari ibadah yang wajib hanya ditujukan kepada Allah semata, dan kalau seandainya orang tidak merealisasikannya maka dia itu menjadi orang musyrik yang digiring bersama orang-orang yang binasa.
Ciri khusus ini sama saja baik diterapkan dalam demokrasi sesuai dengan ajaran demokrasi itu yang sebenarnya, sehingga keputusan (hukum) yang dirujuk itu adalah diserahkan kepada seluruh rakyat atau mayoritas mereka, sebagaimana yang menjadi impian tertinggi para demokrat dari kalangan orang-orang sekuler atau orang-orang yang mengaku Islam. Atau hal itu (ciri khusus demokrasi) diterapkan seperti yang ada pada kenyataannya sekarang, di mana demokrasi itu (pada praktiknya) adalah keputusan (hukum) segolongan para penguasa dan kroni-kroninya dari kalangan keluarga dekatnya, atau para pengusaha besar dan konglomerat yang di mana mereka menguasai modal-modal usaha dan sarana-sarana informasi yang dengan perantaraannya mereka bisa mendapatkan kursi atau memberikan kursi parlemen (yang merupakan sarang kemusyrikan) kepada orang-orang yang mereka sukai, sebagaimana tuhan mereka (sang raja atau amir/presiden) bisa kapan saja dan bagaimana saja alasannya membubarkan dan memberlangsungkan majelis (syirik) itu.
Jadi, demokrasi dengan sisi mana saja dari kedua sisi (praktik) itu merupakan kekufuran terhadap Allah Yang Maha Agung, dan syirik terhadap Rabb langit dan bumi, serta bertentangan dengan millatut tauhid dan din para Rasul, berdasarkan alasan-alasan yang banyak, di antaranya:
1. Sesungguhnya demokrasi adalah tasyri'ul jamaahir (penyandaran wewenang hukum kepada rakyat/atau mayoritasnya) atau hukum thaghut, dan bukan hukum Allah subhanahu wa ta'ala, sedangkan Allah subhanahu wa ta'ala memerintahkan nabi-Nya untuk menghukumi sesuai dengan apa yang telah Dia turunkan kepadanya, serta Dia melarangnya dari mengikuti keinginan umat, atau mayoritas orang atau rakyat, Dia menghati-hatikan nabi-Nya agar jangan sampai mereka memalingkan dia dari apa yang telah Allah turunkan kepadanya, Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:
”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (QS. Al Maidah: 49)
Ini dalam ajaran tauhid dan dinul Islam.
Adapun dalam agama demokrasi ada ajaran syirik, maka para penyembahnya berkata: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diinginkan rakyat, dan ikutilah keinginan mereka. Dan berhati-hatilah kamu jangan sampai kamu dipalingkan dari apa yang mereka inginkan dan mereka tetapkan hukumnya." Begitulah mereka katakan dan inilah yang diajarkan dan ditetapkan oleh agama demokrasi. Ini merupakan kekafiran yang jelas dan kemusyrikan yang terang bila mereka menerapkannya. Namun demikian para ulama kaum musyrikin tetap mengatakan demokrasi adalah syura di mana kita harus ikut andil di dalamnya dan untuk merealisasikannya. Mereka mengutip ayat-ayat dan hadits untuk mengelabui masyarakat dan para pemuda yang memiliki semangat namun tak memiliki tauhid. Thaghut-thaghut pun rela dan ridha dan menghargai mereka dan mengatakan mereka adalah orang-orang Islam yang demokrat.
Sesungguhnya mereka adalah ulama kaum musyrikin, mereka ulama karena tahu banyak tentang fiqh, hadits dan tafsir, serta aliran-aliran sesat, namun mereka tak memiliki tauhid. Namun ketahuilah sesungguhnya satu orang awam dari kalangan muwahhidin yang memiliki silah (senjata) mampu menaklukan seribu dari kalangan ulama kaum musyrikin.
Namun demikian sesungguhnya kenyataan mereka lebih busuk dari itu, sebab bila seseorang mau mengatakan tentang keadaan praktik mereka tentu dia pasti mengatakan: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diinginkan oleh para thaghut dan kroni-kroninya, dan janganlah satu hukum dan satu undang-undang dibuat kecuali setelah ada pengesahan dan persetujuannya…!!!
Sungguh ini adalah kesesatan yang terang lagi nyata, bahkan penyekutuan (Khalik) dengan hamba secara aniaya.
2. Karena sesungguhnya itu adalah hukum rakyat atau thaghut yang sesuai dengan undang-undang dasar, bukan yang sesuai dengan syari'at Allah subhanahu wa ta'ala. Begitulah yang ditegaskan oleh undang-undang dasar dan buku-buku panduan mereka yang mereka sakralkan dan mereka sucikan lebih dari pensucian mereka terhadap Alquran dengan bukti bahwa hukum undang-undang itu lebih didahulukan terhadap hukum dan syariat Alquran lagi mendiktenya. Dalam undang-undang dasar Kuwait pasal VI ditegaskan: Rakyat adalah sumber kekuasaan seluruhnya". Dan dalam pasal 51: Kekuasaan legislatif berada di tangan amir dan majlis rakyat sesuai dengan undang-undang dasar". Dan di dalam undang-undang dasar Yordania pasal ke 24: Rakyat adalah sumber segala kekuasaan (hukum)".
Dan rakyat menjalankan kekuasaan legislatifnya sesuai dengan cara yang telah tertera undang-undang dasar dalam agama demokrasi, hukum, dan perundang-undangan yang mereka buat tidak bisa diterima (bila memang mereka memutuskan) kecuali bila keputusan itu berdasarkan nash-nash undang-undang dasar dan sesuai dengan materi-materinya, karena undang-undang itu adalah induk segala peraturan dan perundang-undangan serta kitab hukumnya yang mereka jungjung tinggi.
Dalam agama demokrasi ini ayat-ayat Alquran atau hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak begitu dianggap, dan tidak mungkin suatu hukum atau undang-undang ditetapkan sesuai dengan ayat atau hadits kecuali bila hal itu sejalan dengan nash-nash undang-undang dasar yang mereka jungjung tinggi.
Silahkan engkau tanyakan hal itu kepada para pakar hukum dan perundang-undangan bila engkau masih ragu tentangnya!!
Sedangkan Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An Nisa': 59)
Padahal agama demokrasi mengatakan: Bila kalian berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikan kepada rakyat, majlis perwakilannya, dan rajanya sesuai dengan undang-undang dasar dan aturan yang berlaku di bumi ini."
Tinggalkanlah apa2 yang kalian sembah selain Allah, kenapa kalian tidak berpikir? Bukankah Allah subhanahu wa ta'ala telah mengabarkan kepada kita bahwa perkataan ini adalah yang dilontarkan oleh Ibrahim kepada kaumnya setelah dia menjelaskan kepada mereka keburukan tuhan-tuhan mereka dan para thaghutnya.
Oleh sebab itu bila mayoritas rakyat menghendaki penerapan hukum syariat lewat jalur agama demokrasi ini dan lewat lembaga legislatif yang syirik ini, maka itu tidak bisa terealisasi (ini bila thaghut mempersilahkannya) kecuali lewat jalur undang-undang serta dari arah pasal-pasal dan penegasan undang-undang tersebut, karena itu adalah kitab suci agama demokrasi, atau silahkan katakan itu adalah Tauratnya dan Injilnya yang sudah dirubah sesuai dengan hawa nafsu dan keinginan selera mereka.
Di kala hukum Allah hendak ditetapkan sebagai hukum Negara yang beragama demokrasi, maka hukum Allah itu harus disodorkan terlebih dahulu kepada para arbaab (tuhan-tuhan buatan) yang duduk di atas kursi yang empuk itu, bila mayoritas mereka menyetujuinya, baru bisa diterapkan, dan bila tidak maka tidak bisa diberlakukan. Subhanallah, siapa yang lebih tinggi, Allah atau mereka, sehingga hukum Allah memerlukan persetujuan dan pengesahan mereka terlebih dahulu. Orang-orang yang katanya ingin memperjuangkan Islam lewat parlemen mereka adalah arbaab juga, apakah Islam bisa tegak lewat jalur syirik, ingatlah ketika hukum-hukum Islam digolkan lewat lembaga syirik itu, maka yang disahkan itu bukanlah hukum Allah tapi itu adalah hukum parlemen. Kita bertanya kepada orang-orang yang sesat lagi menyesatkan itu, bagaimana bila para thaghut itu menawarkan kepada kalian hukum Islam namun dengan syarat kalian harus berzina terlebih dahulu, apakah kalian mau menerimanya? Kalau kalian jawab tidak, maka kenapa kalian menerima bergabung dengan kemusyrikan mereka, padahal zina itu lebih ringan dari syirik ? Binasalah kalian, kecuali bila Allah memberi hidayah kepada kalian sehingga kalian masuk Islam kembali.
3. Sesungguhnya demokrasi adalah buah dari agama sekuler yang sangat busuk, dan anaknya yang tidak sah, karena sekulerisme adalah paham kafir yang intinya memisahkan agama dari tatanan kehidupan, atau memisahkan agama dari negara dan hukum.
Sedangkan demokrasi adalah hukum rakyat (atau dalam istilah lain dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat) atau hukum thaghut. Namun bagaimana pun keadaannya sesungguhnya demokrasi bukanlah hukum Allah Yang Maha Besar lagi Maha Perkasa. Demokrasi sama sekali tidak mempertimbangkan hukum Allah yang muhkam kecuali bila sesuai dan sejalan sebelumnya dengan undang-undang yang berlaku, dan kedua sesuai dengan keinginan rakyat, serta sebelum itu semua harus sesuai dengan selera para thaghut dan kroni-kroninya.
Oleh sebab itu, bila rakyat seluruhnya mengatakan kepada thaghut atau kepada arbaab (tuhan-tuhan) dalam demokrasi: “Kami ingin penerapan hukum Allah, dan tidak seorangpun memiliki hak tasyri' selama-lamanya baik itu rakyat atau para wakilnya atau penguasa. Kami ingin menerapkan hukum Allah terhadap orang-orang murtad, pezina, pencuri, peminum khamr, dan kami juga ingin para wanita diwajibkan berhijab dan 'afaaf, melarang tabarruj, buka-bukaan, porno, cabul, zina, liwath (homo), dan perbuatn keji lainnya,” maka dengan sepontan para thaghut dan para penghusung demokrasi itu akan mengatakan kepada mereka: Ini bertentangan dengan paham demokrasi dan kebebasannya!!!
Jadi, inilah kebebasan agama demokrasi: melepaskan diri dari agama Allah, syariat-Nya, dan melanggar batasan-batasannya. Adapun hukum undang-undang bumi dan aturannya maka itu selalu dijaga, dijunjung tinggi dan disucikan (disakralkan) serta dilindungi dalam agama demokrasi mereka yang busuk, bahkan orang yang berusaha melanggarnya, menentangnya, atau menggugurkannya dia akan merasakan sangsinya.
Jadi, demokrasi (wahai saudara setauhid) adalah agama baru di luar agama Allah subhanahu wa ta'ala. Sesungguhnya dia adalah hukum thaghut dan bukan hukum Allah subhanahu wa ta'ala. Sesungguhnya dia adalah syariat para tuhan yang banyak lagi bertolak belakang, bukan syariat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Dan siapa orangnya yang menerima (demokrasi ini), serta bersekongkol di atasnya maka dia itu pada hakikatnya telah menerima bahwa dia itu memiliki hak tasyri' (wewenang membuat hukum) sesuai dengan materi-materi undang-undang yang berlaku, dan berarti dia telah menerima (kesepakatan) bahwa hukum yang dia buat itu lebih didahulukan atas syariat Allah Yang Maha Esa lagi Maha perkasa.
Sama saja setelah itu apakah dia membuat hukum atau tidak, sama saja apakah dia (partainya) menang dalam pemilu (pesta syirik) atau tidak, karena kesepakatan dia bersama kaum musyrikin terhadap paham demokrasi, dan penerimaannya terhadap paham ini agar menjadi putusan dan hukum yang dirujuk serta kekuasaannya di atas kekuasaan Allah, kitab-Nya dan syariat-Nya merupakan alkufru bi 'ainihi (kekafiran dengan sendirinya), ini adalah kesesatan yang nyata lagi terang, bahkan itu adalah kemusyrikan (penyekutuan) terhadap Allah secara membabi buta.
Rakyat dalam agama demokrasi adalah diwakili oleh para wakilnya (para anggota dewan), setiap kelompok (organisasi), atau partai, atau suku memilih Rabb (tuhan buatan) dari arbaab yang beragam asal usulnya untuk menetapkan hukum dan perundang-undangan sesuai dengan selera dan keinginan mereka.
Namun ini sebagaimana yang sudah diketahui sesuai dengan rambu-rambu dan batasan undang-undang yang berlaku. Di antara mereka ada yang mengangkat (memilih) sembahan dan pembuat hukumnya sesuai dengan asas dan ideologi, baik itu Rabb (tuhan) dari partai fulan, atau tuhan dari partai itu. Dan di antara mereka ada yang memilih tuhannya sesuai dengan ras dan kesukuan, sehingga ada tuhan dari kabilah ini dan ada tuhan berhala dari kabilah itu. Di antara mereka ada yang memilih tuhannya yang salafi (menurut klaim mereka), pihak yang lain ada yang memilih tuhannya yang ikhwani. Ada sembahan yang berjenggot, ada tuhan yang jenggotnya dicukur habis, dan seterusnya.
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah)tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu bagi mereka adzab yang sangat pedih " (QS. Asy Syura: 21)
Para wakil rakyat itu pada hakikatnya mereka adalah autsaan (berhala-berhala) yang dipajang dan patung-patung yang disembah, serta tuhan-tuhan jadi-jadian yang diangkat di tempat-tempat ibadah mereka dan sarang-sarang paganisme mereka (parlemen), mereka dan para pengikutnya beragama demokrasi dan patuh kepada hukum undang-undang, kepada undang-undang itu mereka merujuk hukum serta sesuai dengan materi dan poin-poin undang-undang itu mereka membuat hukum dan perundang-undangan.
Dan sebelum itu semua mereka dikendalikan oleh tuhan mereka, sembahan mereka atau berhala agung mereka yang merestui dan menyetujui undang-undang mereka atau menolaknya. Itu tidak lain dan tidak bukan adalah emir atau raja, atau presiden.
Inilah (wahai saudara setauhid) adalah hakikat demokrasi dan ajarannya, agama thaghut, bukan agama Allah. Demokrasi adalah millatul musyrikin bukan millatun nabiyyiin. “Syari'at” banyak tuhan yang selalu saling bersebrangan dan berbantah-bantahan, bukan syari'at Allah yang Esa lagi Maha Perkasa.
“Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. (QS. Yusuf: 39-40)
Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya). (QS. An Naml: 63)
Hendaklah engkau memilih wahai hamba Allah! Memilih agama Allah, syariat-Nya yang suci, dan cahaya-Nya yang menerangi, serta jalan-Nya yang lurus. Ataukah kalian memilih paham/agama demokrasi dengan kemusyrikannya, kekufurannya, dan jalannya yang bengkok lagi tertutup?!. Pilihlah!! hukum Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa atau hukum thaghut!!
"Apakah jukum Jahiliyah yg mereka kehendaki? hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum-hukum allha bagi orang-orang yang yakin" (QS. Al MAidah : 50)
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka ia sesungguhnya telah berpegang pada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan terputus… (QS. Al Baqarah: 256)
Dan katakanlah "Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya telah Kami sediakan bagi orang-orang zhalim itu neraka… (QS. Al Kahfi: 29)
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri. Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran: 83-85)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment