Assalamu'alaykum ^_^

Teruntuk Siapapun Yang Merindukan Kemuliaan & Kebangkitan ISLAM

Assalamu'alaykum Warahmatullah..

Selamat Datang
Semoga Bermanfaat

11/14/11

Fatimah RA: Penghulu wanita syurga

Fatimah RA: Penghulu wanita syurga



Dia dibesarkan dalam suasana sulit. Ibunya meninggal saat ia masih terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang seorang ibu. Sejak itu, dialah yang mengambil alih tugas menguruskan rumah tangga seperti memasak, mencuci, beres-beres rumah dan membereskan berbagai keperluan ayahnya, Rasulullah SAW.

Di balik kesibukan itu, dia juga adalah seorang yang sangat baik beribadah. Keletihan yang ditanggung akibat seharian bekerja menggantikan tugas ibunya yang telah tiada itu, tidak menghalangi Fatimah dari bermunajat dan beribadah kepada Allah SWT.

Malam-malam yang dilalui, diisi dengan tahajud, zikir dan siangnya dengan salat, puasa, dan lain-lain. Setiap hari, suara halusnya mengalunkan irama Alquran.

Ketika ia berusia 18 tahun, dia dinikahkan dengan pemuda yang sangat miskin hidupnya. Bahkan karrna kemiskinan itu, untuk membayar mas kawin pun, suaminya tidak mampu. Kemudian Rasulullah SAW pun membantunya..

Zaman sekarang, ayah mana yang akan membantu calon menantunya dalam hal mahar? Sekalipun calon menantunya itu adalah seorang pejuang Islam…

Setelah menikah, kehidupannya berjalan dalam suasana yang amat sederhana, gigih dan penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Suaminya Ali bin Abu Thalib merupakan orang kepercayaan Rasulullah SAW yang diamanahkan untuk berada di barisan depan dalam pasukan kaum muslimin. Dengan demikian, Fatimah pun sering ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berperang berbulan-bulan lamanya. Namun dia tetap ridha dan ikhlas...

Istri mana yang tidak mengharapkan belaian mesra seorang suami. Namun bagi Fatimah RA, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu kesempatan berdampingan dengan Allah SWT untuk mencari kasih-Nya, melalui ibadah-ibadah yang ia lakukan. Sepanjang kepergian Ali itu, hanya anak-anak yang masih kecil menjadi temannya. Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya Hassan, Hussin, Muhsin, Zainab, dan Umi Kalsum diusahakan sendiri. Untuk mendapatkan air, dia harus berjalan jauh dan mengambil air, di tengah sinar matahari di atas padang pasir. Kadangkala dia harus menahan lapar sepanjang hari. Bahkan ia sering juga berpuasa dan menjadikan tubuhnya kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.

Pernah suatu hari, ketika ia sedang asyik bekerja menggiling gandum, Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya. Fatimah yang amat keletihan ketika itu lalu menceritakan ke”perih”an hidupnya kepada Rasulullah SAW. Walaupun Fatimah adalah putri seorang nabi, tetapi ia juga seorang manusia normal. Betapa dirinya telah bekerja keras, menyaring tepung, mengangkat air, memasak serta melayani keperluan anak-anak. Dia berharap agar Rasulullah dapat menyampaikan kepada Ali, kalau mungkin boleh disediakan untuknya seorang pembantu rumah.

Rasulullah SAW merasa kasihan terhadap kondisi anaknya itu. Namun beliau amat tahu, sesungguhnya Allah memang menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk membeli kesenangan di akhirat. Mereka yang ikhlas dengan ujian di dunia demi mengharapkan keridhaan-Nya, mereka inilah yang mendapat tempat baik di sisi-Nya.

Lalu, dibujuknya Fatimah RA sambil memberi harapan dengan janji-janji Allah. Rasulullah SAW mengajarkan zikir, tahmid, dan takbir yang apabila diamalkan, segala penanggungan dan bebanan hidup akan terasa ringan.

Ketaatannya kepada Ali menyebabkan Allah SWT mengangkat darjatnya. Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarga mereka. Ia juga tidak meminta-minta yang macam-macam hingga menyusahkan suaminya.

Dalam kondisi itu, kemiskinan tidak menghilangkan semangat Fatimah untuk selalu bersedekah. Dia tidak sanggup untuk kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Dia tidak rela hidup senang dikala orang lain menderita. Bahkan dia tidak pernah membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberi sesuatu, meskipun dirinya sendiri sering kelaparan. Memang cocok sekali pasangan Ali ini, karena Ali sendiri lantaran kemurahan hatinya sehingga diberi gelar sebagai 'Bapaknya para janda dan anak yatim' di Madinah.

Namun, pernah suatu hari, Fatimah telah menyebabkan Ali tersentuh hati dengan kata-katanya. Menyadari kekeliruannya, Fatimah segera meminta maaf berulang-ulang kali. Apabila dilihatnya raut muka suaminya tidak juga berubah, lalu dengan berlari-lari seperti anak kecil dia mengelilingi Ali dan memohon agar dimaafkan kesalahannya. Melihat tingkah laku Fatimah itu, tersenyumlah Ali, lantas kemudian dia memaafkan istri tercintanya itu.

"Wahai Fatimah, kalaulah dikala itu engkau mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menyembahyangkan jenazahmu," Rasulullah SAW memberi peringatan kepada putrinya itu apabila perkara itu sampai ke telinga Rasulullah SAW.

Begitulah kedudukan seorang suami yang ditetapkan Allah SWT sebagai pemimpin bagi seorang isteri. Betapa seorang isteri itu perlu berhati-hati dan sangat lembut saat berhadapan dengan suami. Apa yang dilakukan Fatimah itu sama sekali tidak pernah menunjukkan sikap menggerutu, marah-marah, meninggikan suara, bermuka masam, cemberut, atau yang lain yang akan menyusahkan Ali RA.

Pada saat Perang Uhud, Fatimah telah ikut dan merawat luka Rasulullah. Dia juga ikut bersama Rasulullah SAW pada peristiwa penaklukkan Kota Makkah (Fathul Makkah) dan juga ketika Rasulullah menunaikan ibadah 'Haji Wada' pada akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini Rasulullah SAW telah jatuh sakit. Fatimah tetap di sisi ayahnya. Ketika itu Rasulullah membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah ra yang membuatnya menangis. Kemudian Nabi SAW membisikkan sesuatu lagi yang membuatkannya tersenyum.

Dia menangis karena ayahnya telah membisikkan kepadanya berita kematian baginda. Namun, sewaktu ayahnya menyatakan bahwa dialah orang pertama yang akan berkumpul dengan Rasulullah di alam baqa', maka bergembiralah hatinya. Fatimah meninggal dunia enam bulan setelah meninggalnya Nabi SAW, dalam usia 28 tahun dan dimakamkan di Perkuburan Baqi', Madinah.

Begitu utama, agung dan namanya harum tercatat dalam sejarah Islam. Hidupnya penuh dengan kesulitan. Allah mentakdirkannya seperti itu karena Dia tahu bahwa dengan kesusahan itu, hamba-Nya akan lebih dekat kepada-Nya. Begitulah juga dengan kehidupan wanita-wanita agung yang lain. Mereka tidak sempat melakukan kesombongan dan membanggakan diri atau bersenang-senang. Sebaliknya, dengan kesusahan dan kesulitan itu mereka dididik oleh Allah untuk sentiasa merasa sabar, ridha, takut dengan dosa, tawadhu’ (merendah diri), tawakkal dan lain-lain.

Ujian-ujian itulah yang sangat mendidik mereka agar bertaqwa kepada Allah SWT. Justru, wanita yang bergelimang kemewahan di dunia dan di akhirat adalah wanita yang hatinya dekat dengan Allah, merasa terhibur dalam melakukan ketaatan terhadap-Nya, dan amat bersungguh-sungguh menjauhi larangan-Nya. Meskipun untuk itu diri mereka menderita.

No comments:

Post a Comment